Seminggu terakhir, negara dibuat gaduh oleh persoalan tiang listrik. Tiang listrik yang tetap berdiri kokoh walau telah dihantam mobil Fortuner yang ditumpangi sang Papa di jalan Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Papa yang diberitakan “berniat baik” memenuhi panggilan KPK untuk pemeriksaan, tanpa diduga mengalami kecelakaan tunggal. Papa yang tak sadarkan diri langsung dilarikan ke RS Permata Hijau untuk penanganan medis.
Di ruangan VVIP, papa terbaring dengan infus. Beruntung sekali Tuhan maha baik, ruh papa belum diizinkan meninggalkan jasad. Hanya benjolan sebesar bakpao di kepala serta baret dan luka-luka berdarah di tangan. Namun sayang sekali, papa diduga mengalami gejala geger otak dan akan lupa atas kasus e-KTP yang menjeratnya menjadi tersangka korupsi.
Papa memang piawai memainkan drama. Masyarakat merasa terhibur. Komik, meme, gif lucu, video bahkan game tentang drama papa dan tiang listrik telah tersebar dimana-mana. Banyak orang tertawa karena papa.
Berdasarkan UU, penyidik KPK memiliki kewenangan untuk melakukan upaya paksa dalam proses penyelidikan.
Kembali mengingat, sekitar tahun 2002-2003 lalu, seorang Ustad yang sedang sakit parah dan dirawat di RS dijemput paksa oleh aparat karena dituduh teroris. Penjemputan paksa dilakukan dengan dalih menegakkan keadilan, sang Ustad lalu dirawat di RS Polri dengan penjagaan yang ketat. Hukum harusnya tegas dan galak seperti ini ke papa.
Masyarakat semakin dibombardir berita-berita papa. Fokus dan terhibur karena tiang listrik. Alih-alih mencari tahu kebenaran berita tentang Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Mimika, Papua yang menyandera sekitar 1.300 orang. Atau pernyataan seorang AKBP Roedy Yulianto tentang pelaku pembakaran Polres Dharmasraya, Sumatera Barat yang disebut teroris karena meneriakkan “Allahu Akbar”. Juga berita mengenai tiga aset negara, PT.Antam, PT.Timah, dan PT.Bukit Asam yang telah dihapus status perseroannya, bukan lagi BUMN dan berpotensi dikuasai asing.
Sengaja dialihkan atau memang terjadi secara kebetulan, masyarakat mestinya pandai mencerna informasi. Tidak terjebak terlalu lama dalam euforia papa tiang listrik. Banyak hal lain yang juga membutuhkan perhatian, butuh doa dan prasangka baik kita.
Jika papa memang tidak bersalah, buktikan secara ksatria. Bukan dengan menyajikan drama telenovela yang mengocok perut.
Cepat pulih papa tersangka kasus korupsi yang “diperlakukan manusiawi”. Tuhan tidak tidur. Murka semesta bisa datang tiba-tiba.
Penulis : Miftahul Aulia, Mahasiswi Jurnalistik UIN Alauddin Makassar