Mahasiswa dan Gerakan-gerakannya


#Makassarbicara.com

Aktivitas-akativitasnya yang terbangun dari dikursus wacana. mencari apa yang harus dilakukan dalam sebuah gerakan yang bisa mendatangkan hal-hal yang urgen. apa yang urgen itu?, mungkin terkait kondisi perut yang bisa mengangkat derajat rasa lapar menjadi hilang. baru-baru ini saya mendengar sebuah demonstrasi yang tak dikawal secara murni oleh wacana-wacana yang jelas, gerakan-gerakannya berbasis topeng yang penuh tipu-tipu. objektifitas tak terlihat dalam komunikasi wacana, ada sebagai yang mendapatkan keutungan dalam gerakannya dan selebihnya hanya korban retorika senior-seniornya.

Konsolidasi hanya tempat untuk menerima konsep gerakan bukan tempat menawarkan pendapat. seakan-akan para junior-junior mahasiswa menganggap sebagai konsep yang pasti. tradisi-tradisi dalam menyaring wacana atau membincangkan konsep tak diperlukan lagi, mungkin itu hanya membuang waktu dan  hanya membuat bibir kering dalam berdiskusi. hal-hal berdiskusi secara konsisten semakin ditinggalkan dikalangan mahasiswa. konsep objektivitas yang bergitu terorganisir dalam hal-hal apa yang harus dicapai dari gerakan ini. ini mesti diaktifkan dalam ruang-ruang kemahasiswaan. mengajarkan dalam menganilisi apa yang dipetik dari sebuah konsep gerakan.

Ini salah satu masalah yang menurunkan aktivitas mahasiswa, rendahnya aktivitas diskusi-diskusi dalam kampus. yang membuat mahasiswa sedikit tak pandai menyaring wacana-wacana yang terjadi disekitarnya. dalam konteks ini, menarik mahasiswa untuk mengevaluasi diri dalam statusnya sebagai mahasiswa. ketika hanya berlarut-larut dalam kondisi ini, tak ada aktivitas diskusi ataupun membaca buku, ini akan merusak tradisi mahasiswa dalam konsep berfikir. asumsinya mahasiswa tak akan pandai membaca fenomena-fenomena yang terjadi. Di kantin-kantin kampus tempat berkumpulnya mahasiswa, membincang wacana yang dianggap bermasalah, tanpa toleransi untuk mengetahui lebih dalam tentang masalah tersebut. semua ditelan mentah-mentah.

Gerakan-gerakan berbau kepentingan yang merusak kesadaran mahasiswa. membentuk konsep tunggal yang mendominasi gerakan tersebut. sehingga setiap gerakan harus ternodahi dengan kotoran-kotoran kepentingan. apa yang dipikirkan mahasiswa ketika dihadapkan dengan sogokan, mungkin sebuah kerugian besar ketika ditolak. ada ‘pulus’ segalanya berjalan lancar, semua terkonsepkan begitu rapi. tak pikir bagaimana konsekuensi ke depannya. idealisme hanya sebagai citra dalam cerita-cerita mahasiswa. supaya lebih sangar kedengarannya. berbicara teori-teori hanya menghibur perbicangannya di dalam kantin, tanpa mempraktekkan dalam ruang-ruang aktivitasnya.

Mungkin apa yang saya lihat kemarin tentang demonstrasi itu, yang begitu tak dipikirkan oleh mahasiswa. mendengarnya berbicara begitu bijak, tapi ternyata dia terselip di dalam barisan demonstrasi. apa yang mereka perjuangkan hanya untuk dilihat oleh mahasiswa-mahasiswa lain sebagai bentuk kepeduliannya terhadap masalah yang terjadi. mereka hanya membutakan akal sehatnya, bahwa mereka mengalir dalam kepentingan yang menggerakannya. wajah yang meneteskan keringat, seakan-akan perjuangan ini murni. ini hanya membentuk mahasiswa yang pandai menjual gerakan.

Singkatnya, melihat senior-senior mahasiswa. akan mengambil jalan kaderisasi yang di contohkan oleh seniornya. bahwa apa yang dilakukan para senior sebagai jalan yang benar untuk dilakukan. yang mungkin amat menyenangkan untuk kepentingan, bahwa gerakan harus mendatangan hasil, apakah itu materi atau ‘traktiran kopi’ setelah selesai demonstrasi. mahasiswa akan sedikit bersemangat ketika berlelah-lelah di jalan dan disambut dengan hal-hal berhubungan dengan perut, itu kedengarnya begitu asik.

 

Penulis, Sahrul Ramadhan, Aktif di Pers Mahasiswa YPUP

[Ilustrasi gambar : https://www.infobmr.com]