Oleh : M. Ahsan Agussalim*
MakassarBicara.com-Makassar sebagai kota metropolitan dikawasan Indonesia timur. Dengan jumlah kepadatan penduduk yang sangat signifikan dan menurut prakiraan hampir sama dengan kepadatan penduduk Jakarta yang selama ini kita ketahui sebagai kota metropolitan yang betul-betul autentik; pembangunan yang sangat massif, mobilitas penduduk yang produktif, lahan investasi yang sangat strategis, intensitas urbanisasi yang begitu aktif hingga struktur wilayah yang begitu kompleks . Hal tersebut juga terdapat pada karakteristik wilayah kota Makassar. Tidak heran jikalau penulis pernah mendengar salah seorang warga Makassar mengatakan, bahwa Makassar adalah replika kota Jakarta. Dan yang mempertegas bahwa Makassar telah benar-benar mirip dengan wajah kota Jakarta yakni kemacetannya yang senantiasa menjenuhkan.
Namun dibalik semua keruwetan kota makassar yang “katanya” mirip dengan wajah kota Jakarta, Makassar memiliki kelebihan yang unik bahkan mungkin sebagian masyarakat Makassar tidak menyadari bahwa struktur wilayah yang padat dengan pemukiman lorongnya itu sangat berpotensi untuk mengatur segala kebutuhan kota makassar dari segi infrastruktur dan perekonomian.
~ Ahsan Agussalim ~
Bahkan mampu membawa kota Makassar menjadi kota yang tertib dalam penataan kota. Tinggal bagaimana pihak dari pemerintah kota dan seluruh masyarakat Makassar secara kolektif mewujudkan ekspektasi tersebut
Ada Apa dengan Lorong ?
Berbicara tentang lorong di wilayah Makassar. Orang Makassar asli, pasti tahu bagaimana kehidupan lorong terkenal dengan stigmanya yang buruk: tempat kumuh, struktur sosial masyarakat marjinal berkumpul, bahkan banalitas kehidupan yang rancu itu semua terwakili oleh adagium “kamae anjari kakodianga (Keburukan: gembel, pengamen, pencuri, peminum, perjudian, tindakan vandal dan beberapa tindakan asusila) tena mo maraeng, battu ri panggaukanna anak loronga”.
Saya sebagai warga masyarakat asli Makassar, dalam moment tertentu selalu mendengar adagium tersebut berseliweran dimana-mana. Entah kenapa, mendengar hal tersebut juga, saya seakan memprediksi masyarakat Makassar yang mayoritasnya bermukim di lorong, memang tidak mempunyai peluang untuk maju menyambut tantangan zaman yang kian hari menuntut produktivitas yang kreatif.
Tidak heran jika Makassar memang perlu masyarakat-masyarakat tambahan yang berasal dari berbagai daerah bahkan dari luar Sulsel. Dengan kemampuan yang kreatif dan mumpuni dalam hal pembangunan SDM agar bisa mengimbangi beberapa aspek kehidupan masyarakat Makassar yang mungkin lemah dari sisi sosial, budaya dan ekonomi yang bisa kita jumpai di setiap sudut lorong kota Makassar. Makassar sebagai sebuah kota menarik yang strategis untuk membangun kehidupan baru tentunya disebabkan oleh prestasinya sendiri yang telah diperolehnya melalui tangan-tangan yang cerdas. Tak kenal ia berasal dari orang Makassar atau tidak. Yang pastinya ia mumpuni untuk membawa maju Kota Makassar, maka siapa saja boleh mempunyai kedudukan strategis di Kota Makassar.
Sebagai contoh yang dilakukan oleh eks Walikota Makassar yang belum lama ini meninggalkan posisinya sebagai walikota makassar bapak Ir. Ramdhan Pomanto (setahu saya beliau asli orang Gorontalo). Akan tetapi telah banyak melakukan sebuah inovasi yang cukup memajukan kota Makassar. Seperti hadirnya mobil tangkasaki’ yang bertujuan untuk memobilisasi sampah dengan sistem yang terkordinir dan menyentuh seluruh area pemukiman warga termasuk lorong. Adanya pemasangan tiang lampu diseluruh lorong dengan arsitektur tiang yang nampak minimalis dan efisien membuat aktivitas warga pada malam hari dapat berlangsung dengan nyaman tanpa harus takut kegelapan lagi. Dalam aspek lingkungan pada masa bapak Ramdhan Pomanto juga berhasil meraut partisipasi warga dalam memperhatikan lingkungan lorong agar tetap menjaga kebersihannya dan keindahan lorong dihias dengan berbagai seni lukis mural di tiap sisi dinding (meskipun hanya disetiap ujung lorong saja dapat kita amati). Semua hal tersebut memang cukuplah memberikan suatu perubahan secara penataan disetiap lorong meskipun belum secara keseluruhan.
Fenomena tersebut bukanlah sebagai suatu afirmasi, bahwa masyarakat Makassar pada dasarnya tak mempunyai sosok pemimpin yang betul-betul berasal dari Makassar itu sendiri dewasa ini. Pada sisi lain juga saya menilai secara pribadi, bahwa pemerintah Kota Makassar memang banyak membuat program yang cakupannya melibatkan masyarakat Makassar. Baik sifatnya pemberdayaan, pembangunan (pemasangan lampu jalan, perbaikan jalan lorong dsb) ataupun sekedar partisipatif (pengecatan tembok lorong dengan tema mural, pembenahan lorong asri dsb). Upaya pemerintah tersebut memang layak diapresiasi namun untuk jangka panjang tentu tidaklah bertahan. Apalagi program-program seperti itu, sangat normatif dan memang sudah selayaknya menjadi kewajiban pemerintah kota untuk membenahi akses dan fasilitas yang dirasa perlu untuk diperbaiki. Pada akhirnya kita harus akui bersama bahwa lorong-lorong yang ada di Makassar, hanya nampak dipahami sebagai suatu wadah suksesi program kerja pemerintah saja. Ibarat kanvas lukisan hanya digunakan sebagai media untuk melukis berbagai keindahan program pemerintah dengan hasil yang sifatnya sangat seremonial.
Lorong sebagai Motor Penggerak Kemajuan Makassar
Kembali kita membahas lorong di Makassar. Kiranya jika dimanfaatkan dengan sebaik mungkin dengan paradigma yang anti mainstream. Maka kita akan menemukan sebuah inovasi dalam mengelola lorong dengan dinamis. Sebagai refleksi ketika saya berkunjung di Kota Malang Jawa Timur, terdapat suatu kampung yang bernama kampung jodipan dan terkenal kumuh. Disertai dengan deretan pemukiman warga yang padat plus terletak ditepian sungai, tak terbayang juga jalan setapak di dalam kampung itu, seperti benang kusut yang tak jelas. Ketika kita jalan-jalan di dalamnya susah bagi pengunjung awal untuk menebak jalan keluarnya.
Namun sekarang wajah kampung jodipan itu tidak lagi dikenal sebagai kampung yang biasa-biasa saja. Tembok rumah pemukiman warga yang padat dan agak rapat, disulap sedemikian rupa dengan berbagai cat warna-warni disetiap dinding rumah warga kampung. Lorong yang nampak sumpek dan ruwet bagai benang kusut, didekorasi dengan kreatifitas para seniman sehingga menimbulkan kesan menarik tersendiri jika kita berkunjung kesana, sekalipun kondisi lorong yang terkadang sulit tertebak jalan keluarnya bagi pengunjung awal. Namun membuat kita tidak jenuh sekalipun terpaksa harus tersesat. Ditambah sungai yang bersih dan bebas dari sampah, membuat suasana kampung tersebut makin asri dipandang. Sekarang kampung itu lebih dikenal dengan nama kampung warna-warni. Tidak hanya dikenal dengan keunikannya. Kampung tersebut juga berkontribusi dalam menambah icon wisata Kota Malang yang recomended bagi siapa saja yang berkunjung. Sekaligus menstimulus laju perekonomian kota malang, khususnya masyarakat yang bermukim di kampung tersebut memiliki pemasukan secara kolektif dan mandiri.
Kita tarik kedalam konteks wilayah Kota Makassar dengan kepadatan lorongnya. Tak ada yang tidak mungkin. Selama pemerintah kota dan masyarakat secara kolektif dan penuh semangat dalam membangun lorong yang inovatif. Insyallah kita juga bisa membentuk sebuah lingkungan unik seperti yang terdapat di Kota Malang yang terkenal dengan kampung warna-warninya. Kita juga bisa membentuk kampung warna-warni ala Makassar dengan memanfaatkan stuktrur lorong yang memungkinkan untuk didesain sedemikian rupa di beberapa titik lorong di Kota Makassar dan tidak sekedar hanya diujung lorong saja.
Tak hanya itu, Lorong-lorong yang terdapat di Kota Makassar juga bisa kita bentuk sesuai kebutuhan pemerintah dengan memberikan fokus pengembangan secara khusus.
~Ahsan Agussalim~
Misalkan dalam aspek perekonomian kita berikan tantangan kepada lorong A, misalnya untuk fokus terhadap pengembangan ekonomi kreatif dimana indikatornya adalah dengan memassifkan seluruh kemampuan kreatif anak lorong untuk membuat suatu usaha yang berbasis lokal misalnya kerajinan tangan dsb. Selanjutnya lorong B misalkan kita berikan visi dalam aspek literasi dimana sepanjang lorong tersebut masyarakatnya mampu memberikan inspirasi dalam memicu semangat menulis dan membaca. Lorong C fokus terhadap upaya kuliner yang berbasis kuliner tradisional. Begitupun dengan lorong-lorong yang lainnya yang akan kita berikan sebuah fokus-fokus tertentu.
Hingga akhirnya dari spirit inovasi lorong yang telah dipeta-petakan tadi mampu membawa Kota Makassar menuju kota yang padat karya dan masyarakat lorong Makassar, struktur sosialnya memiliki basis orientasi tersendiri dalam bersama-sama memajukan Kota Makassar.
~ Ahsan Agussalim ~
Berangkat dari refleksi singkat yang penulis paparkan di atas hanya sekadar gambaran ideal saja. Karena disisi lain merealisasikan suatu ide dalam konteks wilayah Makassar, memiliki tingkat kerumitan tersendiri yang tentunya cukup menjadi suatu bahan pertimbangandan juga apa yang penulis hidangkan dari beberpa gambaran pembangunan yang berasal dari lorong setidaknya memberikan inspirasi bagi masyarakat Makassar yang bermukim dilorong terlebih lagi kepada pemerintah kota Makassar agar memproyeksikan lorong dalam bentuk yang inovatif dan tidak monoton.
Penulis adalah Pemuda Asli Makassar yang tinggal di Lorong