Oleh : Ahmad Sangkala*
Makassarbicara.com-Ada yang berbeda dari perjalanan kali ini dari jalan Urip Sumoharjo menuju Perintis Kemerdekaan, Makassar. Dulunya tak butuh waktu lama jika mengendarai motor, namun akhir- akhir ini justru berbeda. Jika dulunya kita hanya akan terhambat dari beberapa titik keramaian, namun saat ini justru kembali berbeda. Tepatnya di depan gerbang Bumi Tamalanrea Permai (BTP), tumpukan kendaraan terjadi dan jadilah padat merayap. Awalnya anggapan kita ada kecelakaan, namun setelah beberapa lama berdesak – desakan akhirnya kita mengetahui penyebab macet adalah truk 10 roda. Ini salah satu potret dari salah satu ruas jalan, di beberapa titik berbeda juga ditemukan pemandangan ini.
Secara sepintas lalu, truk itu tak boleh dan dilarang masuk ke kota. Karena banyak pembangunan yang sedang dilaksanakan di tengah – tengah kota. Mungkin bisa saja, pembangunan ini mengejar deadline akhir tahun. Sehingga bagi kalangan elit itu harus dimaklumi. Pembenaran lainnya, kita tak boleh menghalangi rejeki para pengusaha truk itu.
Lantas bisakah ini menjadi alasan “kebijaksanaan” PJ Walikota Makassar?
Kebijaksanaan itu melekat kepada kepala daerah/pejabat publik. namun setidaknya ada dua hal persoalan itu bisa dibijaksanai, pertama harus demi kepentingan masyarakat umum dan kedua, tidak boleh melanggar aturan yang ada. Sehingga dalam setiap kebijakan yang merugikan masyarakat umum dapat di revisi sesuai aturan yang berlaku.
Adapun terkait kemacetan yang terjadi tentunya merupakan keluhan dari masyarakat Makassar pada umumnya. Sehingga jika ada pelanggaran aturan maka tidak ada alasan untuk mentolerir hal tersebut. Salah satu penyebab utama macet akhir – akhir ini yakni kembali dapat beroprasinya Truk 10 roda ke dalam kota. Padahal diera Danny Pomanto – Syamsu Rizal, upaya penegakan perwali yang mengatur hal ini ditegakkan. Walaupun harus berhadapan dengan para pemilik kepentingan terkait beroperasinya truk dalam kota di siang hari.
Lantas bagaimana regulasinya?
Aturan terkait jam oprasional truk di kota Makassar jelas diatur dalam peraturan Walikota (Perwali) Makassar Nomor 94 Tahun 2013 tentang Peraturan Operasional Kendaraan Angkutan Barang di wilayah Makassar. Dalam perwali tersebut secara terang menyebut tentang larangan truk dengan tonase 8 ton tambang galian C melintas di Makassar pada siang hari. truk tonase 8 ton beroda 10 hanya boleh beroperasi atau melintas di wilayah Kota Makassar pada pukul 21.00 hingga 05.00 pagi.
Dalam Perwali Nomor 94 ada pengecualian yakni yang diperbolehkan masuk dalam kota di luar jam operasional, hanya truk dari pelabuhan atau truk pembawa bahan bakar. Hal ini menandakan bahwa aturan ini sudah jelas dan tegas.
Perwali ini tentunya hadir untuk mengurangi kemacetan lalu lintas yang ada di kota Makassar, sehingga tak ada alasan untuk tidak mengimplementasikannya, apa lagi walikota periode sebelumnya mampu menegakkan Perwali ini. lantas bagaimana dengan Pj Walikota? tentu harusnya jauh lebih bisa. Karena tak melalui panggung politik yang membutuhkan “cukong”, tentu tak punya beban balas budi. Kita berharap Pj Walikota lebih tegas terkait ini. kita tak ingin, sumpah serapah warga Makassar yang terjebak macet terus berlanjut.
Sekali lagi kami berharap, janganlah kita mengesampingkan kebutuhan rakyat hanya karena permintaan pemodal dan kapitalis. Biarkan kami berbahagia, berkendara dengan nyaman tanpa truk 10 roda. Jangan biarkan makassar macet (lagi) pak Wali!
Penulis adalah penikmat jalanan ‘macet’