PSBB, Sembako dan Nasib RT/RW pasca Danny Pomanto


Oleh : Ahmad Sangkala*

MakassarBicara.com-Makassar zona merah covid-19. Begitulah realitas yang harus kita terima, sebab penyebaran pandemi covid-19 di kota yang kita cintai ini begitu cepat dan tak terkendali. Tak ada pilihan lain, harus segera di berlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Karena angka pasien positif terus meningkat, maka kementrian kesehatan segera menyetujui Pemberlakuan PSBB kota Makassar sejak tanggal 24 April 2020.  Untuk  teknis pelaksanaanya maka di terbitkanlah peraturan walikota Makassar terkait PSBB.

Waktu sosialisasi yang diberikan hanya 3 hari yakni 21 – 23 April 2020. Waktu itu tentu bukan hal yang lama untuk sebuah kebijakan pembatasan berbagai aktivitas publik. Belum lagi, waktu itu bukan hanya sekadar menyampaikan akan diberlakukan PSBB, tetapi juga kesiapan lainnya yakni kesiapan sembako beserta data warga yang layak menerima nantinya. Adapun yang menjadi penanggung jawab distribusi sembako ini yakni dinas Sosial kota Makassar. untuk distribusinya, ada tim kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK).  Dari berbagai informasi di media, setidaknya pemkot Makassar akan menyalurkan 60 ribu paket sembako. Tentu angka yang tidak sedikit.

Realitasnya, baru dua pemberlakuan PSBB, begitu pun pembagian sembako. Kadis Sosial Makassar, Mukhtar Tahir sudah mengeluh, Hal ini seperti yang diberitakan infosulsel.com (26/4/2020). Menurutnya dinsos kewalahan mendata warga, sampai sekarang masih merampungkan data masyarakat agar tidak dobel dalam pemberian bantuan. Bahkan secara terbuka mengatakan sudah menyampaikan ke PJ Walikota Makassar “kalau ada pengganti untuk saya, carikan saja. Kita tidak tau mau bekerja seperti apa kalau dicurigai terus”.

Lantas, selemah itukah Pemkot Makassar?

Keluhan kadis sosial tentu bukan tanpa alasan, berbagai persoalan pembagian sembako bermunculan di lapangan. Belum lagi sorotan tajam dari RT/Rw se kota Makassar karena diminta mendata warga, namun nyatanya banyak yang tidak disalurkan karena data yang digunakan yakni data internal dinas sosial. Disisi lain, RT/RW banyak menemukan penerima dobel, ada juga yang benar –benar tidak mampu tapi tidak terdata. Tentu hal itu melahirkan kekecewaan dan gelombang protes dari berbagai kalangan. Belum lagi gelombang protes ini tidak direspon cepat oleh pemkot Makassar. Jika membandingkan distribusi sembako untuk PSBB Jakarta, Gubernurnya berada di garda terdepan merespon setiap kritik dan saran publik. di Makassar, sepertinya Dinsos berjuang sendiri, padahal harusnya PJ walikota melakukan hal yang sama seperti kepala daerah lain khususnya DKI Jakarta.

Dengan realitas seperti itu, membuat kita bertanya bisakah sembako yang jumlahnya 60 ribu itu bisa terbagi dengan adil? Separah itukah data penduduk miskin di kota Makassar yang dimiliki dinsos? Atau jangan sampai ada pengaruh kepentingan politik dibalik pembagian itu? Semua pertanyaan itu tentu akan mendapatkan jawabannya beberapa hari kedepan.

Apakah tak ada alternatif lain?

Harusnya dengan tagline Makassar menuju kota Dunia yang nyaman untuk semua, dengan jargon sombere and smart city tentu harusnya persoalan data sudah selesai. Apa lagi diera Danny Pomanto menjabat sebagai walikota, perangkat RT/RW telah dibentuk secara demokratis dan dilengkapi dengan smartphone.  Sekiranya instrumen itu digunakan berkolaborasi dengan dinas sosial, tentu akan lebih cepat. Dengan catatan bahwa berbasis sistem online.  

Jika dilakukan secara online berbasis nomor induk penduduk (NIK) atau kartu keluarga (KK), tentu tidak ada data ganda. Konsep seperti ini sebenarnya bukan hal sulit, bahkan banyak diterapkan di sistem pemenangan calon walikota.

walaupun nyatanya mereka tak butuh infrastruktur pemerintah yang gemuk.  Kita juga bisa bercermin dari beberapa keberhasilan program pemerintah di era Danny Pomanto yang berhasil dengan mengandalkan RT/RW  dan penggunaan komunikasi berbasis smartphone.

Bagaimana nasib RT/RW  Pasca Danny Pomanto?

Salah satu kawan ketua RT menulis komentar di salah satu grup Whatshapp, “kalau ada perkelahian lapor ke RT, ada kebakaran lapor ke RT, ada masalah lainnya pun ke RT. Saat pendataan dan penyaluran bantuan dilakukan oleh dinas sosial. Kalau ada yang tidak dapat, barulah cari ketua RT”. Status ini mewakili banyak komentar keluhan RT/RW yang ada di kota Makassar. sampai saat ini pun, sepertinya dinas sosial masih mengandalkan kemampuan sendiri. Bahkan 4 hari berjalannya PSBB, justru terjadi kerumunan warga yang menanti pembagian sembako di kantor kelurahan, bahkan sudah ada yang melakukan demo. Bukankah ini justru masalah baru, muncul sentrum – sentrum penyebaran baru  covid-19, akibat keteledoran dalam pembagian sembako. Efek lainnya, tentunya RT/RW akan mengalami krisis kepercayaan kepada warganya jika terus tak dilibatkan dalam penyaluran sembako ini.

Bagaimana harusnya penyalurannya?

 RT/RW adalah garda terdepan pemerintahan. Hal ini tentunya setelah pemkot mengalokasikan anggaran untuk menggaji RT/RW setiap bulannya.  Tentunya dengan konsekuensi gaji tersebut, RT/RW harus bertanggung jawab menyukseskan semua program pemerintah. Sehingga dalam menyaluran sembako ini, pemerintah kota Makassar harus melibatkan RT/RW dalam pendataan maupun penyalurannya. Tentu mereka lebih memahami kondisi masyarakat sesungguhnya. Begitu pun validasi data sebaiknya berbasis teknologi, tentu bisa memanfaatkan smartphone yang pernah dibagikan ke RT/RW.

Dengan demikian, kita berharap bahwa pandemi covid-19 ini segera berlalu. Sehingga berbagai kelemahan pemerintah yang terlihat saat ini bisa segera di benahi. Begitu pun dalam hal peran RT/RW harus di berikan ruang untuk mengayomi masyarakat. Kita berharap, segera terpilih walikota definit agar Makassar tidak mundur lagi.