Oleh Muhammad Jurdi*
MAKASSARBICARA.ID-Dilansir dari situs resmi PBB, tema Hari Disabilitas Internasional tahun 2022 berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Tahun ini berfokus pada empat aspek yakni penegakan HAM, pembangunan berkelanjutan, perdamaian dan keamanan bagi penyandang difabel.
Adapun tema HDI yang diusung oleh organisasi dunia tersebut adalah “Solusi Transformatif untuk Pembangunan Inklusif: Peran Inovasi dalam Mendorong Dunia yang dapat Diakses dan Adil”.
Hari Disabilitas Internasional jatuh setiap 3 desember tepatnya hari ini.
Ajang peringatan ini merupakan komitmen dalam mewujudkan hak dan keadilan bagi difabel di seluruh dunia tak terkecuali bagi Indonesia.
Kota Makassar yang digadang-gadang sebagai Kota Dunia yang sombere’ (ramah) diharapkan menciptakan iklim perkotaan yang Inklusi untuk semua kalangan.
Dibandingkan dengan kota lainnya, Makassar sejatinya telah memiliki Peraturan Daerah sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2013 Tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Pertanyaannya adalah benarkah Perda tersebut sudah terealisasi dengan baik ataukah hanya formalitas semata?
Jika kita menilik lebih jauh, Kota Makassar termasuk salah-satu dari dua kota di Indonesia Timur yang memiliki perguruan tinggi dengan Jurusan Pendidikan Khusus.
Sementara terdapat 22 Sekolah Luar Biasa (SLB) Swasta dan dua sekolah SLB Negeri.
Ketersediaan tenaga pengajar di SLB dengan jumlah kampus di kawasan timur Indonesia ini masih dalam kondisi timpang.
Belum lagi berbicara perihal jumlah mahasiswa yang diterima tiap tahunnya.
Di kampus UNM, penerimaan mahasiswa Pendidikan Khusus tahun 2022 hanya menerima ratusan mahasiswa saja. Fakta tersebut merebut hak dasar atas pendidikan bagi calon mahasiswa difabel yang lain.
Berbicara terkait pelayanan pendidikan yang merupakan tanggungjawab kampus, juga masih timpang dari segi fasilitas atau sarana prasarana pembelajaran mahasiswa difabel yang berkuliah di UNM.
Masalah lainnya banyak dosen tidak paham bahasa isyarat dan braille yang notabenenya dibutuhkan mahasiswa difabel.
Berbagai kenyataan diatas tentunya mencoreng nama baik UNM yang ‘katanya’ penyandang predikat sebagai kampus inklusi dan ramah difabel.
Alhasil, mahasiswa yang berkebutuhan khusus mengalami hambatan akademik seperti kesulitan dalam proses belajar mengajar dan bimbingan skripsi.
Saat ini masih banyak perlakuan diskriminasi di berbagai aspek seperti pendidikan, ruang publik, ketenagakerjaan, kesehatan, keterlibatan di ranah sosial, politik dan proses pembangunan.
Sehingga tidak berlebihan, keberadaan Perda difabel di Kota Makassar belum maksimal memberikan manfaat. Perda tersebut justru menjadi pajangan semata.
Hal ini bertolak belakang dengan tagline Makassar Sombere’ dan Smart City yang sering digaung-gaungkan oleh Pemerintah Kota Makassar.
Penulis menaruh harap agar pihak pemerintah Kota Makassar segera mengupayakan pemenuhan hak-hak kelompok difabel di setiap lini sebagai wujud komitmen Perda yang telah dibuat sembilan tahun silam.
Terlebih hari ini merupakan momentum peringatan Hari Disabilitas Internasional yang dirayakan seluruh warga dunia.
Memang setiap tahunnya Peringatan Hari Disabilitas Internasional ini selalu diadakan oleh Mahasiswa Jurusan Pendidikan Khusus, sekolah-sekolah SLB serta organisasi-organisasi difabel di wilayah Kota Makassar.
Hal ini dilakukan untuk menyuarakan aspirasi kelompok difabel demi mewujudkan masyarakat inklusi tanpa diskriminasi.
Semoga kampus dan pemerintah terhindar dari Tuna Empati.
Selamat Hari Disabilitas Internasional 2022.
Penulis Merupakan Mahasiswa Makassar, penikmat kopi hitam.