OPINI: Jalan Rusak dan Peta Politik Bontonompo


Sumber: wanuanews.com

Oleh Ipul*

MAKASSARBICARA.ID-Bontonompo merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gowa yang letaknya berjarak sekitar 18,5 km ke arah selatan dari ibu kota Kabupaten.

Dari Bontonompo ke Kota Makassar dapat ditempuh kurang lebih 45 menit dengan perjalanan darat.

Padi dan bata merah merupakan produksi lokal andalan kecamatan ini, dimana seluruh wilayahnya merupakan dataran rendah yang dijejali lahan persawahan.

Tak hanya itu, Bontonompo juga menyimpan sejarah panjang peradaban masa lalu yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang.

Dahulu daerah ini merupakan kerajaan berdaulat  dengan struktur pemerintahan yang kuat.

Walau dalam perkembangnya Kerajaan Bontonompo dapat ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa masa itu.

Menurut sejarah, sekitar tahun 1520 Sombaya ri Gowa Karaeng Tumapakrisik Kallonna memperistri seorang perempuan asli Bontonompo tepatnya di Bontomatene.

Pernikahan tersebut membuahkan hasil perdamaian sekaligus merupakan awal bagi orang Bontonompo dalam menancapkan pengaruhnya di tubuh pemerintahan Kerajaan Gowa.

Sehingga tak mengherankan banyak tokoh bangsa yang terlahir di wilayah ini.

Salah satunya diantaranya adalah Kare Yuseng Daeng Mallingkai Karaeng Bontonompo yang berani melawan Sombaya ri Gowa I Kumala Karaeng Lembang Parang.

Sombaya ri Gowa I Kumala Karaeng Lembang Parang dianggap lebih mementingkan kerjasama dengan VOC Belanda dari pada kesejahteraan Rakyat Gowa pada saat itu.

Atas alasan itu Kare Yuseng Daeng Mallingkai Karaeng Bontonompo memerangi keluarganya sendiri di Gowa yang dikenal dengan peristiwa Bunduka ri Mangasa Nya.

Namun akhirnya Kare Yuseng dan prajuritnya kalah dalam pertempuran tersebut kemudian ia ditangkap lalu dihukum pancung.

Dari gambaran sejarah politik ini di atas dapat dikatakan pemimpin-pemimpin atau karaeng-karaeng Bontonompo kala itu sangat menjunjung tinggi siri’ na pacce serta sikap patriotisme dalam memperjuangkan nasib rakyatnya.

Maka tidak mengherankan jika pengaruh Orang-Orang Bontonompo untuk konteks pemerintahan sekarang terkhususnya daerah Gowa masih sangat kental dan mengakar.

Hal ini dapat dilihat dari dinasti keluarga Yasin Limpo yang memerintah Gowa selama hampir tiga puluh tahun lamanya.

Capaian terbesar yang diraih oleh keluarga YL yakni saat Syahrul Yasin Limpo menjabat sebagai Gubernur Sulsel selama dua periode serta menjadi Menteri Pertanian RI saat ini.

Lalu pertanyaannya, apakah dengan capaian jabatan mentereng itu membawa kemakmuran untuk masyarakat Bontonompo?

Bagaimana konstelasi politik di Gowa terkhususnya di wilayah Kecamatan Bontonompo di masa sekarang?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat kita perbincangkan dalam skala topik jalan rusak di wilayah ini.

Dengan mengamati jalan rusak, kita dapat membaca peta politik Bontonompo menjelang pesta demokrasi tahun 2024 mendatang.

Kenapa berita jalan rusak menjadi prioritas utama sebab pembahasan jalan rusak paling sering diperbincangkan di tengah masyarakat pada tahun 2022 ini.

Walau dalam realitanya terkhusus jalan rusak yang menghubungkan ibu kota kecamatan dengan Desa Bontobiraeng Selatan dan beberapa desa lainnya, telah mengalami kerusakan kurang lebih 10 tahun lamanya.

Jalan yang rusak parah tersebut tentu mengganggu mobilitas masyarakat setempat ke pusat kecamatan.

Hal yang membuat kondisi semakin rumit karena adanya saling lempar tanggung jawab antar pemangku kebijakan.

Belum lagi banyaknya aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat. Polemik-polemik inilah yang memberi kesan politis mengenai pengerjaan jalan di Bontonompo.

Bahkan sempat beredar isu bahwa terbengkalainya pengerjaan jalan tersebut akibat banyaknya suara kotak kosong pada saat pemilihan Bupati kemarin.

Tak hanya itu, aksi protes lewat pembentangan spanduk disekitaran jalan yang dilakukan oleh beberapa masyarakat pun ikut dijegal oleh oknum tak bertanggung jawab.

Problem ini kian menarik ketika beberapa anggota dan calon anggota DPRD serta pejabat pemerintahan, menemui warga Bontonompo lalu berjanji akan mengawal perbaikan jalan.

Mereka juga saling membalas cuitan di media sosial, penyampaiannya melalui mimbar-mimbar masjid hingga blusukan  ke lapangan.

Meskipun pemilu serentak tahun 2024 masih lama tetapi sumbu pesta demokrasi yang tercipta di tengah para pendukung kian memanas.

Semoga citra yang dibangun oleh para pemangku kebijakan dan bakal calon kandidat pemilu ini betul-betul murni untuk masyarakat Bontonompo.

Seperti apa yang dicontohkan dalam kisah Kare Yuseng Daeng Mallingkai Karaeng Bontonompo yang rela mati di atas kepentingan rakyatnya sebagai wujud abdi seorang kesatria.

Opini ini sekaligus diperuntukkan sebagai pembuka dialog antar pemuda dan masyarakat dalam mengawal problem kedaerahan.

Karena keterlibatan para pemuda dan masyarakat sangat menentukan kualitas perpolitikan kedepan.

Salama’

Penulis adalah warga Bontonompo