Refleksi Pancasila: Antara Cinta dan Kebohongan


Penulis

Oleh Muh Imran*

MAKASSARBICARA.ID – Cinta adalah cara berbagi agar ikhlas memberi kasih sayang dalam bertindak dan berbijaksana.

Cinta juga jalan ikhlas untuk melihat setiap kebutuhan manusia dalam kehidupan.

Setelah sejarah tercetusnya Pancasila sebagai dasar negara, anak bangsa sekarang perlu refleksi, bahwa kecintaan kepada bangsa dan negeri-lah sehingga 5 sila lahir sebagai titik persatuan di NKRI.

Artinya tak ada kata tidak untuk kita bersatu dengan cinta agar egoisme sirna khususnya di roda pemerintahan hari ini. Sebab egois karena pintar tak patut dibanggakan.

Pancasila harus menjadi Jawaban bahwa tak ada sekte dalam membangun bangsa dan negeri ini. Kenapa tidak?

Karena Pancasila telah berdasar pada semua aspek dalam kehidupan berbangsa seperti agama, budaya, etnis, dan suku.

Cinta dan Pancasila

Kalau ada detik ini yang membanggakan nasionalis dan pancasilais tapi masih suka merasa maha benar, maha pintar, maha adil, maha paling segalanya, itulah kekeliruan besar yang harus hilang pada tiap individu di negeri ini.

Artinya dalam membangun bangsa tidak perlu merasa maha benar, mahasiswa, dan maha-maha yang lain.

Yang terpenting adalah bagaimana kita bersatu dengan perbedaan dalam membangun bangsa Indonesia menjadi nomor satu di dunia.

Bukan sebuah kemustahilan, kalau semua bersatu dalam hal kebangsaan, menjadikan Indonesia sebagai negara yang disegani di dunia.

Renungkan kecintaan kita kepada bangsa dan negara yang hari ini sedang tidak baik-baik saja.

Sebab keadaan itu menjadi alasan akan pentingnya refleksi cinta apalagi di momentum Hari Pancasila 1 juni 2023.

Moment yang harus selalu menjadi pengingat bahwa cinta kah kita kepada negeri ini atau cinta kita hanya berhias kebohongan.

 

Bilang Cinta Tapi Kebohongan

Bila cinta, guna membangun bangsa, maka pemangku kebijakan Negeri ini tidak boleh takut dikritik.

Karena kritikan adalah bukti cinta dan kepedulian anak bangsa dalam melihat keadaan yang sedang tidak baik-baik saja.

Kalau benar-benar cinta Negeri, maka musuh abadi dalam sejarah yaitu gerakan feodalisme harus dilawan dan tak boleh lagi ada dalam NKRI.

Penting menjalankan amanah sebagai Rakyat Indonesia lewat keaktifan partisipatif sebagai bentuk pengejawantahan kecintaan.

Dan itu harus benar-benar dilakukan, bukannya menjadi kebohongan yang berhias manis dalam ucapan tapi munafik di belakang.

Janji manis hanya dalam ucapan tapi diselimuti kebohongan.

Jikalau benar cinta, berarti haram menciptakan sekte atau perbedaan kepentingan berbangsa dan bernegara.

Maka jadikan cinta sebagai jawaban persatuan dalam membangun persatuan dan kesatuan.

“Kuat karena bersatu, bersatu karena kuat”, begitulah kata Ir. Sukarno.

Kekuatan persatuan layaknya sapu lidi yang bisa menyapu banyak sampah.

Persatuan akan mengantarkan pada bangsa yang kuat dan besar, sehingga penting menjaga keutuhan itu untuk ‘Indonesia menuju nomor satu di dunia’.

Penulis merupakan Kabid Kebijakan Publik KAMMI Daerah Makassar.