Pusaran Janji Makassar : Menguji Jejak Inovasi Danny dan Asa Kesejahteraan Appi’


Icon Makassar / Sumber Foto : internet

Oleh : Mabbi’

MAKASSARBICARA.ID – Makassar, sebuah kota yang tak pernah berhenti berdenyut, kini berada di persimpangan jalan, menapaki fase baru kepemimpinan yang membawa serta janji dan harapan. Setelah era Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto yang identik dengan sentuhan inovasi digital dan polesan wajah kota, tongkat estafet kini beralih ke tangan Munafri Arifuddin dan Aliyah Mustika Ilham.

Bagi saya, transisi ini bukan sekadar pergantian tampuk, melainkan sebuah pertaruhan besar, apakah visi yang ambisius itu benar-benar akan meresap hingga ke akar rumput, ataukah asa kesejahteraan yang baru mekar ini mampu menjadi pelipur lara yang sesungguhnya?

Mari kita sejenak menengok kembali era Danny Pomanto. Visi Kota Dunia yang Nyaman untuk Semua ia coba terjemahkan lewat pembangunan infrastruktur fisik yang megah, seperti revitalisasi Pantai Losari yang kini kian menawan, atau program ikonik Lorong Garden (Longgar)  yang menyulap sudut-sudut kota menjadi lebih hijau dan tertata. Tak ketinggalan, adaptasinya terhadap zaman dibuktikan dengan inovasi digital seperti layanan kesehatan Home Care Dottorosa dan Call Center 112 untuk situasi darurat. Danny adalah seorang arsitek yang piawai dalam branding, sukses memposisikan Makassar sebagai kota yang modern dan berkelas. Ratusan penghargaan yang berhasil diraihnya menjadi bukti nyata pengakuan atas inovasi dan kinerja pemerintahannya. Namun, pertanyaan krusial yang kerap muncul adalah seberapa inklusifkah ‘kenyamanan untuk semua’ itu? Apakah kemegahan dan digitalisasi benar-benar merata hingga ke lorong-lorong terdalam, menyentuh mereka yang paling membutuhkan, ataukah hanya menjadi etalase kota yang indah dipandang?

Kini, dengan Munafri Arifuddin yang baru menjabat Februari 2025, kita melihat arah yang sedikit berbeda, namun tak kalah ambisius. Visi yang terkristal dalam Tujuh Program Prioritas MULIA ini cenderung lebih menyoroti peningkatan kesejahteraan masyarakat secara fundamental. Janji-janji seperti seragam sekolah gratis untuk siswa SD dan SMP, subsidi BPJS, iuran sampah gratis bagi masyarakat prasejahtera, hingga janji air bersih gratis bagi yang belum terakses PDAM, adalah tawaran yang langsung menyentuh denyut nadi ekonomi rumah tangga. Ini adalah langkah yang berani, menyasar langsung kebutuhan dasar rakyat yang selama ini mungkin masih menjadi beban.

Namun, di sinilah ujian sesungguhnya bagi Munafri Arifuddin dan jajarannya. Janji ‘gratis’ memang terdengar begitu merdu di telinga rakyat, memantik asa yang begitu besar. Akan tetapi, realisasinya menuntut perencanaan anggaran yang super matang, manajemen distribusi yang tanpa celah, dan komitmen yang tak tergoyahkan. Kita sudah melihatnya baru-baru ini, bagaimana program seragam gratis yang begitu dinanti, justru menjelang tahun ajaran baru, masih menyisakan tanda tanya besar dan keresahan di kalangan orang tua di Makassar. Sorotan tajam dari DPRD adalah bukti nyata bahwa janji manis harus diikuti dengan eksekusi yang sempurna, bukan sekadar basa-basi politik.

Bagi saya, Makassar sedang dalam fase krusial. Danny Pomanto telah menancapkan fondasi inovasi dan citra modern. Kini, Munafri Arifuddin dihadapkan pada tugas raksasa untuk menerjemahkan kemajuan itu ke dalam kesejahteraan yang konkret dan merata. Tantangannya bukan lagi soal menciptakan ide-ide brilian, melainkan bagaimana memastikan janji-janji itu benar-benar sampai dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga Makassar, dari ujung kota hingga ke pelosok lorong, tanpa terkecuali. Akankah asa kesejahteraan yang baru mekar ini benar-benar mampu tumbuh subur, ataukah ia akan layu sebelum berkembang di tengah pusaran janji? Hanya waktu dan kinerja nyata yang akan menjawabnya.

 

*Penulis  Mahasiswa Ekonomi, Pemerhati Sosial Kota Makassar