Kolaborasi Teknologi dan Sampah Plastik di Pesisir Kota Makassar


[Ilustrasi : Int]

Kota Makassar merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dengan konsentrasi penduduk terpadat di wilayah pesisir. Sampah plastik di pesisir menjadi salah satu permasalahan di kota ini yang masih sulit untuk dipecahkan hingga sekarang. Semakin meningkatnya populasi manusia dan tidak berubahnya pola pikir masyarakat menyebabkan semakin rusaknya wilayah pesisir akibat sampah terutama sampah plastik. Sampah plastik yang ada di wilayah pesisir bersumber dari kegiatan yang terjadi di daratan dan di lingkungan perairan yang datang melalui aliran run off selain itu aktifitas di laut seperti penangkapan ikan dan tempat pariwisata di pesisir juga menjadi penyumbang sampah. Penanganannya sendiri tidak bisa dilakukan dengan metode open dump dan pemusnahan dengan cara pembakaran (incineration) akan beresiko terhadap kesehatan manusia karena bahaya polutan dari emisi gas buang (CO2, CO, NOx, dan SOx). Ketidakpedulian terhadap permasalahan ini mengakibatkan degradasi kualitas lingkungan yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas kesehatan masyarakat. Selain itu diprediksi bahwa kenaikan jumlah sampah yang masuk ke laut akan terus bertambah jika infrastruktur di darat tidak diperbaiki oleh Pemerintah Kota. Adapun aspek-aspek yang terpengaruh oleh pencemaran plastik di wilayah pesisir yaitu :

Aspek Kesehatan

Bahan kimia yang juga digunakan dalam produksi polimer yang merupakan bahan baku plastik dapat memiliki konsentrasi racun yang berbahaya dan berdampak pada kesehatan seperti bisphenol A (BPA) dan flame retardants, seperti polybrominated diphenyl eters (PBDEs). Bahan kimia tersebut dapat terdisosiasi di lingkungan menyebabkan gangguan endokrin pada manusia dan hewan (Gold et al., 2013) . Sumber bahan kimia tersebut meningkatkan potensi bioakumulasi racun dalam rantai makanan saat sampah plastik tertelan oleh organisme yang lebih kecil karena biota/organisme laut menyangka plastik adalah makanannya. Penelitian dari Rochman et al., (2015) menyatakan bahwa beberapa sampel ikan yang diambil dari Paotere yang merupakan wilayah pesisir Makassar mengandung sampah plastik yang kemungkinan dapat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Aspek Lingkungan

Sampah plastik yang ada di lingkungan pesisir yang berasal dari wilayah laut dan daratan akan mudah terbawa oleh aliran air sehingga dapat merusak habitat dari organisme yang tinggal di laut. Sampah dapat menjerat atau termakan oleh organisme laut seperti mamalia laut dan burung laut sehingga akan mengalami masalah seperti penyumbatan saluran cerna, saluran nafas hingga berujung kematian. Ikan yang dieksploitasi secara komersial dan untuk dikonsumsi manusia mengandung mikroplastik telah berkembang dengan pesat. (Galloway 2015; Rochman 2015). Hal tersebut mengakibatkan penurunan kualitas ikan karena kontaminasi sampah plastik. Untuk biota laut, keberadaan sampah dapat menutupi terumbu karang dari cahaya matahari sehingga intensitas cahaya untuk proses fotosintesis kurang. Telah banyak kasus kerusakan yang terjadi karena sampah plastik seperti Goldstein et al., (2014) pada Newman et al., (2015) mencatat bahwa patogen cili Halofolliculina pada sampah plastik yang meleleh di Pasifik barat, diketahui menyebabkan pengikisan skeletal di karang. Botol plastik yang ada di laut juga dapat menyebabkan karang menjadi patah. Hal-hal tersebutlah yang diakibatkan oleh sampah plastik dan akan merusak keseimbangan ekosistem dari lautan.

Aspek Ekonomi

Sampah plastik dapat menyebabkan multiplier effect pada aspek kesehatan dan lingkungan sehingga akan berdampak pada aspek perekonomian masyarakat pesisir. Ketika masyarakat mengonsumsi ikan yang telah terkontaminasi maka berdampak pada peningkatan angka morbiditas, artinya mereka harus menggunakan upah hasil melaut untuk biaya pengobatan dan pelayanan kesehatan. Dari aspek lingkungan, sampah plastik akan mengurangi keindahan wilayah pesisir, sehingga terjadi penurunan pendapatan pada bidang pariwisata. Selain itu, bisa mengurangi nilai jual ikan komersil sehingga akan merugikan nelayan. Masyarakat nelayan yang pekerjaannya bergantung pada usaha menangkap ikan memperoleh pendapatan yang hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Apabila tangkapan mereka kurang artinya mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Plastik juga dapat mengganggu perahu nelayan penangkap ikan, ketika baling-baling kapal rusak maka nelayan harus mengeluarkan uang untuk memperbaiki perahunya.

Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi masalah sampah plastik adalah dengan cara 3R. Namun, dengan semakin bertambahnya volume sampah membuat cara ini sudah dianggap tidak efektif. Oleh karena itu, teknologi diharapkan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini. Apalagi di zaman sekarang, inovasi teknologi telah berkembang dengan pesat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Berbagai macam teknologi untuk mengolah sampah telah di aplikasikan di Negara lain seperti teknologi pengubahan sampah plastik menjadi aspal yang telah dicoba untuk dilakukan di London dan telah didapatkan teknologi baru yang dapat mengubah plastik menjadi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Dalam hal ini, Pemerintah kota Makassar diharapkan dapat meningkatkan investasi dan fokus untuk mendanai berbagai penelitian lebih lanjut terkait teknologi yang dapat dilakukan untuk mengurangi volume sampah plastik wilayah pesisir kota Makassar. Pemuda-pemuda yang inovatif juga bisa dilibatkan dengan cara membuat sayembara ataupun perlombaan terkait teknologi pengelolaan sampah plastik. Capaian yang bisa didapatkan adalah wilayah pesisir kota Makassar menjadi lebih bersih dan sehat sehingga memberikan dampak positif kepada seluruh pihak baik pemerintah maupun masyarakat yaitu semakin baiknya derajat kesehatan masyarakat, peningkatan perekonomian bagi masyarakat nelayan, dan naiknya pendapatan daerah dari sektor pariwisata.

 

Penulis, Alisha Salsabila Indrawan. Tulisan ini merupakan karya esai yang dilombakan pada kegiatan Makassar Literasi Award