“Allah mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan hingga beberapa derajat.” (Al-Mujadalah:11)
Terjemahan ayat diatas memberikan gambaran akan pentingnya pendidikan dan pengetahuan. Dalam ayat tersebut, Allah menjanjikan mengangkat derajat orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Hal tersebut setidaknya menjadi spirit bagi seorang muslim untuk mencari dan mengembangkan pengetahuan bagi diri sendiri ataupun bagi kemaslahatan ummat.
Ajakan untuk menuntut ilmu juga disampaikan oleh Ali Bin Abi Talib, salah seorang sahabat Nabi Muhammad S.A.W.
“Bukanlah kebaikan itu dengan banyaknya harta dan anak, tetapi dengan banyaknya ilmu, besarnya kesabaran, mengungguli orang lain dalam ibadahnya, apabila berbuat kebaikan ia bersyukur dan bila berbuat salah (dosa) ia beristighfar kepada Allah.” (Ali Bin Abi Talib)
Kutipan diatas memberikan gambaran sebagaimana pentingnya ilmu pengetahuan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sehingga, Ali Bin Abi Talib memposisikan derajat ilmu lebih tinggi nilainya dibandingkan harta benda yang dimiliki.
Hal tersebut, sejalan dengan cita-cita Founding Father bangsa Indonesia dengan memposisikan ilmu pengetahuan sebagai bagian terpenting dalam pembangunan bangsa dan negara. Hal tersebut termaktub dalam potongan teks pembukaan Undang-undang dasar 1945, yakni memncerdaskan kehidupan bangsa. Namun, cita-cita tersebut sepertinya masih jauh dari harapan. Sebab bangsa Indonesia masih berada pada level Negara berkembang, serta masih jauh dari tertinggal dari Negara-negara Maju.
Rendahnya Minat Baca Tulis Masyarakat
Salah satu indikator perkembangan ilmu pengetahuan suatu bangsa ialah tingginya minat baca dan tulis warga Negaranya. Untuk persoalan ini, Bangsa Indonesia masih jauh tertinggal dari Negara lain. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Most Littered Nation In The Word Tahun 2016, minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 Negara (Sumber: http://www.tribunnews.com ). Hasil penelitian tersebut menandakan rendahnya minat baca- tulis rakyat Indonesia. Hal ini berdampak dalam berbagai sektor kehidupan seperti pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, politik dan sektor lainnya.
Berdasarkan studi Pemetaan Minat Baca Masyarakat di Tiga Provinsi: Sulawesi Selatan, Riau, dan Kalimantan Selatan yang dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada Tahun 2007. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah yang masih berada pada kategori rendah dalam hal minat baca, termasuk Kota Makassar yang merupakan Ibu Kota Provinsi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk masih dominannya budaya tutur dibandingkan dengan budaya baca. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya minat baca yakni budaya nonton masyarakat di Kota Makassar lebih dominan dibanding budaya baca. Selain itu, persoalan latarbelakang ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan aspek lainnya juga merupakan faktor penentu yang mempengaruhi minat baca masyarakat di Kota Makassar.
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga Independen Tri Tunggal Sejaya tahun 2015 khususnya di Kota Makassar Presentasi budaya baca masih berada di angka 28,34 %. Presentasi tersebut masih berada dalam kategori yang sangat rendah.
Minim Pengetahuan, Sebab Lahirnya Penyakit Sosial
Rendahnya minat baca masyarakat tersebut berpotensi melahirkan penyakit sosial yang menjamur di masyarakat. Penyakit sosial di masyarakat hampir menyentuh semua lapisan masyarakat. Khususnya kalangan muda-muda yang bermukim di Kota multikultural ini, termasuk para pelajar yang sangat rawan terjerumus dalam penyakit-penyakit sosial. Hal ini dapat diamati dengan masih tingginya angka kriminalitas yang terjadi di masyarakat yang terkadang melibatkan pelajar dan mahasiswa, seks bebas, obat-obat terlarang (termasuk obat daftar G), maraknya pelajar mengkomsumsi lem (isap lem), minuman keras, dan bahkan ada yang terlibat dalam kriminalitas jalanan seperti Perkelahian antar geng, Begal, serta aksi kejahatan lainnya.
Penyakit masyarakat tersebut lahir akibat minimnya pengetahuan masyarakat, padahal tindakan tersebut merugikan diri sendiri maupun orang lain. Yang paling memiriskan yakni kejahatan-kejahatan kemanusiaan tersebut terkadang melibatkan generasi emas yang termasuk dalam usia produktif, khususnya pelajar dan mahasiswa. Tindakan yang dilakukan terkadang tidak akan berdampak pada masa depan mereka. Namun, penyesalan terkadang muncul belakangan ketika sudah terjerumus dalam lubang hitam kriminalitas dan aksi-aksi yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. seyogyanya, usia produktif mestinya dimanfaatkan melakukan hal-hal yang produktif, sebab mereka merupakan harapan bangsa dan negara.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya minat baca yakni perkembangan teknologi, yang terkadang pula menjadi jalan lahirnya penyakit-penyakit sosial. Sebagian masyarakat tidak mampu menangkap peluang dalam era digitalisasi ini. Banyak diantara kita yang tidak cerdas dalam menggunakan teknologi, khususnya dalam hal penggunanan sosial media. Kebanyakan hanya menggunakan untuk saling mencela, mengujar kebencian, kasus Bulliying serta banyak pula yang menggunakan untuk menebar aib seseorang. Kondisi tersebut dapat ditemui di beranda sosial media yang berserakan tiap waktu, sehingga dapat berpotensi memunculkan kriminalitas dan kejahata-kejahatan kemanusiaan. Tidak sedikit bahkan diantaranya harus berurusan dengan pihak berwajib akibat perbuatan yang dilakukan.
Kondisi ini akan menjadi bom waktu yang dapat menghancurkan generasi bangsa. Selain itu, minimnya perhatian pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia juga faktor lain. Persoalan ini hampir tidak pernah mendapat perhatian serius dalam satu periode perjalannan Pemerintah Kota Makassar. Fokus perhatian Pemerintah Kota Makassar selalu teralihkan dengan pembangunan fisik, sehingga terkadang melupakan pembangunan non-fisik (pengembangan SDM). Hal ini dapat diamati dari setiap pertemuan resmi ataupun kunjungan yang dilakukan Walikota Makassar dan ataupun Wakil Walikota Makassar, sangat jarang yang menyinggung persoalan ini, sehingga setiap masyarakat hanya terfokus pada pembangunan fisik, termasuk penataan lorong dan program lainnya.
Smart Library, Bangun Budaya Baca Tulis
Program Smart Library yang dicanangkan dinas terkait belum mampu menunjukkan hasil secara maksimal. Hal ini ditandai dari masih minimnya minat baca tulis, khususnya pelajar dan mahasiswa. Kurangnya kunjungan ke perpustakaan Kota Makassar, serta kurangnya aktivitas-aktivitas ilmiah lainnya, seperti kunjungan ke badan Arsip, kunjungan ke Museum dan sumber-sumber belajar lainnya. Selain itu, minimnya prestasi yang diukir bagi pelajar dan mahasiswa di Kota Makassar merupakan indikator rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan budaya baca-tulis. Hal tersebut dapat diamati dengan melihat prestasi dalam ajang-ajang nasional maupun internasional yang sering diikuti.
Selain itu, tahun ini Pemerintah Kota Makassar sudah semestinya mendorong giat membaca dan menulis. Sebab, Dinas Perpustakaan Kota Makassar telah resmi berdiri sendiri, tidak lagi menjadi bagian dari Badan Kearsipan. Oleh sebab itu, semestinya Pemerintah Kota Makassar membuat regulasi yang dapat meningkatkan baca tulis warga kota masyarakat, sehingga berbagai persoalan masyarakat dapat diminimalisir serta dapat diatasi, khususnya dinas terkait yakni Dinas Perpustakaan Kota Makassar.
Menuju Kota Cerdas, Budayakan Baca Tulis
Membangun kesadaran baca tulis bukanlah pekerjaan yang mudah bagi pemerintah ataupun masyarakat. Menuju Kota cerdas dibutuhkan kerjasama semua pihak, olehnya itu mesti ada regulasi yang dibangun melaui simpul-simpul yang kuat. Program seperti ini mestinya dilakukan secara serius dan terukur oleh pemerintah dengan dinas terkait. Selain itu, terlaksananya kegiatan seperti ini mestinya melibatkan pemuda serta dewan pakar agar terlaksana dengan baik. Melaksanakan kegiatan gemar membaca dan budaya baca tulis dapat dilakukan dalam hal yang sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dilakukan dirumah ataupun disekolah.
Sebagai rekomendasi untuk pemerintah dan khalayak, berbagai kiat-kiat yang dapat dilakukan yakni; Pertama, Budayakan baca 3-5 halaman perhari. Kedua, Memanfaatkan media sosial dalam hal pembelajaran bagi peserta didik di sekolah, misalnya: pemberian tugas serta mengerjakan tugas sekolah melalui media sosial seperti Facebook, ataupun peserta didik diminta agar dapat mengutip pengalaman berharga yang didapatkan disekolah dan dipublikasikan melalui media sosial. Ketiga, Kunjungan dinas perpustakaan ke sekolah-sekolah, dalam hal ini memberikan pembelajaran tentang tips dan trik baca-tulis, dan program lainnya. Keempat, Melaksanakan lomba menulis secara berkesinambungan. Kelima, Memberikan bantuan bagi siswa-siswa yang berprestasi dalam budaya literasi. Keenam, Melaksanakan Pemilihan Duta Baca Kota Makassar, serta dilakukan secara transparan.
Sainal. A, Tulisan ini merupakan karya esai yang dilombakan pada kegiatan Makassar Literasi Award