AMMACA RI LORONGA : Perpustakaan untuk Minat Baca Jaman Now


 

Seseorang bisa mengelilingi dunia lewat buku sedangkan negara bisa menguasai dunia melalui dunia literasi bangsanya. Selama kepemimpinan rezim Orde Baru, keberadaan perpustakaan dijadikan sebagai apparatus ideologi Negara, yang berdampingan dengan apparatus represif Negara yang sengaja diciptakan dengan tujuan mengekalkan pemerintah yang otoriter dan terpusat. Perpustakaan menjadi “tangan pencengkram” kebebasan memperoleh informasi. Perpustakaan dijadikan alat rezim yang ditugaskan “mengkebiri” pengetahuan masyarakat melalui penyesoran buku-buku yang dianggap berbahaya bagi stabilitas pemerintahannya.

Memasuki era reformasi, diskursus perpustakaan di Indonesia seakan tenggelam oleh gegap-gempitanya pemberitaan di media, baik cetak maupun elektronik, seputar isu politik, sosial, ekonomi, hukum dan seterusnya. Seluruh perhatian publik tertuju pada upaya perbaikan tatanan kehidupan bangsa yang porak-poranda tertimpa “tsunami” krisis “senjata perang” yang ditaduh berbagai kalangan mnyangkut kebebasan memperoleh informasi, tidak juga menyadarkan perpustakaan untuk berdiri di garis depan mendukung upaya memajukan dan menjaga stabilitas kemajuan sebuah negara. Namun, dalam kenyataannya perpustakaan tidak mampu mengambil momen tersebut sebagai upaya revitalisasi peran terhadap kemajuan suatu bangsa.

Berbagai bentukan dari perpustakaan hadir di masyarakat. Sumber kehadiran yang beragam bisa berupa hasil buah tangan pemerintah, hibah dan sumbangan dari perusahaan swasta, serta buah dari dermawan kaum bangsawan dan inovasi dari masyarakat. Tujuan universal dari perpustakaan yang hadir ditengah masyarakat yaitu menciptakan budaya literasi pada masyarakat. Namun, dalam konteks kekinian perpustakaan telah gagal dalam menjalankan perannya. Perpustakaan terguras oleh sumber pengetahuan digital. Sehingga, jangankan untuk budaya literasi untuk memandang perpustakaan saja masyarakat sudah sangat memprihatinkan. Kini, perpustakaan tidak dapat dibedakan lagi dengan kuburan.

Masih berkaitan dengan krisis peran perpustakaan yang sangat menghawtirkan. Makassar.terkini.id (2017) menguraikan bahwa survey 2016 tingkat minat baca masyarakat 39,49 % masih sangat rendah yang dihitung dati tingkat produktivitas kunjungan masyarakat ke perpustakaan dan tingkat penjualan buku. Pertanyaanya saat ini mengapa hal tersebut bisa terjadi  ?. Padahal Pemerintah Kota Makassar memiliki 82 perpustakaan dan 40 taman macam yang tersebar di 14 kecamatan dan juga daerah pulau. Lalu permasalahannya saat ini apa ?. saat dikaitkan dengan konteks jaman, kemajuan teknologi menjadi satu indikator penghambat yang mempengaruhi indeks minat baca pada masyarakat Kota Makassar. Kebiasaan masyarakat yang terpaku dengan gadget membuat akses ke pepustakaan terkesan buang-buang waktu saja. Rasa malas melanda dan perpustakaan bukan lagi menjadi skala prioritas. Bahkan, tugas sekolah tidak lagi menjadi tuntutan para pelajar untuk berkunjung ke perpustakaan karena telah tersedia informasi di handphone dengan akses internetan.

Sehingga, perpustakaan tidak lagi bisa menjadi jaminan peningkatan minat baca. Sejalan dengan visi dari Pemerintah Kota Makassar periode 2014-2019 yaitu membangun Kota Makassar melalui lorong. Terlepas dari lorong garden yang telah sukses membuah Kota Makassar kembali meraih pengahargaan adipura sebagai Kota Bersih. Pemerintah Kota Makassar saat ini sedang gencar memperbincangkan implementasi dari Perpustakaan Lorong sebagai wujud pengembangan indeks minat baca masyarakat.

Perpustakaan Lorong menjadi buah tangan dari koleborasi masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Pemerintah Kota Makassar. daerah yang menjadi sasaran berdasarkan spesifikasi yaitu pertimbangan kelayakan, jumlah pendudukan dan kemungkinan terkelola. Perpustakaan Lorong yang pertama digagas oleh koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Kelurahan Parangtambung, Syarifuddin Daeng Jarre. Jerre mengatakan dalam TribunMakassar.com (2017) bahwa perpustakaan lorong ini bertujuan untuk memberikan bahan bacaan bagi anak-anak. Makassar.liputanuatama.com (2017) menyatakan bahwa kreatifitas sangat diperlukan untuk meningkatkan minat baca masyarakat sejak dini. Terlebih di tengah kurangnya minat baca masyarakat Indonesia, inovasi-inovasi untuk menemukan program baru yang mampu mendongkrak minat baca tersebut begitu diperlukan. Tapi siapa sangka, inovasi-inovasi yang sangat diharapkan tersebut malah lahir dari pemikir-pemikir yang tinggal di lorong-lorong sempit di Kota Makassar. Tepatnya di RW 05 Kelurahan Parang Tambung, Kecamatan Tamalate.

Perpustakaan di dalam lorong itu dilengkapi oleh berbagai macam buku bacaan untuk anak-anak dan remaja. Selain menyediakan buku dan tempat membaca, setiap Sabtu juga ikut diprogramkan pembacaan dongeng untuk anak-anak di lorong itu. Selain fasilitas tersebut, Pemerintah Kelurahan Parang Tambung bersama Kecamatan Tamalate membantu menyediakan fasilitas Internet. Sinergitas terbangun dari bebagai pihak menunjukkan urgensi pengembangan perpustakaan lorong ini. Bahkan, MataKita.co, Makassar (2017) mengabarkan bahwa Dinas Perpustakaan dan Arsip Sulawesi Selatan bersama Penerbit Yapensi menyerahkan bantuan buku untuk Perpustakaan Lorong di Kota Makakassar. Penyerahan ini oleh dinas di wakili oleh Bapak Syahruddin Umar, Kepala Bidang Deposit dinas Perputakaan dan Arsip kepada Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Hasanuddin.

Perpustakaan Lorong di Kelurahan Parantambung bersama usianya yang belum menginjak satu tahun sudah mendapatkan dukungan dari  perpustakaan nasional. Mediasulsel.com (2017) mengabarkan bahwa Kepala Perpustakaan Nasional RI Muhammad Syarif Bando dan Kepala Pusat Pengembangan Minat Baca Perpustakaan Nasional RI, Deni Kurniadi mengapresiasi berdirinya Perpustakaan Komunitas berbasis lorong kampung di Parangtambung, kota Makassar. bapak Ramdan Pamanto juga telah memberikan penghargaan kepada Adnan sebagai penggas berdirinya Perpustakaan Lorong.

Berbagai pencapaian dari Perpustakaan Lorong tidak menjadi jamin umur bertahannya di masyarakat. Sosialisasi untuk memahamkan masyarakat akan urgensitas dan peran Perpustakaan Lorong, serta keuntungan masyarakat dalam mengakses Perpustakaan Lorong ini. Selalin itu, perawatan perpustakaan belum dibicarakan oleh pemerintah dan pihak penggagas. Sumbangan buku juga menjadi pertimbangan kedepannya. Kunci utama dalam mewujudkan peran Perpustakaan Lorong ada pada komitemen ketiga aktor (pemerintah, LSM, dan masyarakat) dalam hal pemanfaatan, pengelolaan, perawatan dan keberlanjutan kegiatan inovasi yang diadakan di Perpustakaan Lorong RT 005 Keluarahan Parantambung. Diharapkan melalui gerakan Perpustakaan Lorong bisa menumbuhkembangkan minat baca masyarakat.

 

Penulis,  Alfiana. Tulisan ini merupakan karya esai yang dilombakan pada kegiatan Makassar Literasi Award