Appi, Marah Tak Menyelesaikan Kemacetan


*Oleh Akbar

Makassarbicara.id – Mungkin Appi sering marah. Tetapi baru kali ini saya melihat Appi marah secara langsung. Dan itu depan khalayak umum, dimana kendaraan berdesakan di jalan.

Selama ini, Appi mungkin memendam amarahnya karena kemacetan Makassar. Dan akhirnya melampiaskannya ke pengendara yang disebutnya melawan arus.

Namun apakah Appi benar-benar marah karena ingin menyelesaikan permasalahan kemacetan. Saya rasa tidak. Appi hanya marah karena perjalanannya terhalang. Jika lancar saja, Appi bakal menikmati fasilitas mobil, adem-adem saja, dengan iringan pasukan pengawalan.

Appi sebaiknya marah terhadap tata kelola kota yang dimana ia sendiri selaku Walikotanya. Sebab kemacetan hari ini terjadi, menjadi kewenangan pemerintah. Pengendara hanyalah korban.

Sebagai Walikota, Appi harusnya tahu, bahwa bisa saja pengendara yang melawan arus, sudah marah sejak lama, dengan kondisi kota yang macetnya luar biasa. Jadi kalau Appi mau marah, marahlah ke bawahannya, ke dinas terkait atau ke toko-warung yang tetap ngotot membuka usaha tanpa lahan parkir memadai. Atau kalau tidak mampu memarahi mereka, marahlah pada diri sendiri.

Appi harus paham, mereka yang melawan arus, pada dasarnya muak dengan kemacetan yang tak pernah terselesaikan. Sehingga bisa dibilang, marah-marahnya bapak tak menjawab keluhan mereka sebagai warga. Lagi pula, kalau Appi hanya bisa marah-marah menanggapi masalah ini, maka tidak elok kalau kerjanya bapak, hanya marah terus dan terus marah-marah, hehehe.

Saya tak bisa membayangkan ketika Appi marah ke pengendara lalu dijawab sarkas oleh warga. Saat Appi bilang ‘bapak gak sekolah?’ lalu dijawab pengendara, tapikan bapak walikotanya wkwkwkw. Bagaimana seandainya pengendara yang bapak marahi, balik memarahi bapak dan bilang semua ini karena salah urus pemerintah kota.

Jadi kita mau bilang, pengendara melawan arus tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Mereka memilih melawan arus dengan alasan rasional, menghindari kemacetan. Kalau pemerintah bisa menyelesaikan ini, bisa saja jumlah pengendara melawan arus berkurang bahkan zero.

Apalagi, jika Appi bisa menghadirkan transportasi publik, akses sepeda hingga pejalan kaki, yang bisa diandalkan sebagai pilihan alternatif, sehingga warga tak bergantung banyak dengan kendaraan pribadi.

Ini baru kemacetan karena tata kelola, bagaimana kalau macet banjir tommi? Apakah Appi akan marah kepada langit yang menurunkan hujan? Kan tidak lucu.

Apakah marah-marahnya Appi membuat pengendara berhenti melawan arus, kita semua tahu jawabannya, TIDAK. Apakah marahnya Appi mengundang antipati masyarakat? bisa jadi.