[Gambar : Int]
Kota Makassar adalah kota terbesar dengan menduduki posisi keempat sebagai kota terbesar di Indonesia. Makassar yang dikenal sebagai kota metropolitan, dengan segala kemewahannya dan fasilitas yang semakin mumpuni ternyata masih memiliki banyak masyarakat yang mengalami kekurangan gizi kronis atau stunting (dalam bahasa Makassar: Dattulu). Anak yang stunting (Dattulu) memiliki tinggi badan yang pendek dari anak normal seusianya. Akibatnya ketika mereka memasuki usia sekolah, tak jarang banyak kasus anak dattulu sering di bully.
Kekurangan gizi kronis terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2015 menyebutkan Kota Makassar memiliki 110 kasus anak stunting dengan prevalensi 36.7 %. Stunting di Kota Makassar perlu ditangani dengan segera karena ini akan berdampak pada kualitas anak-anak Makassar kedepannya. Stunting sangat berbahaya bagi perkembangan anak, jika anak-anak di Kota Makassar banyak yang mengalami stunting, hal ini akan berdampak pada bonus demografi Kota Makassar di masa mendatang. Bonus demografi yang seharusnya kaya akan usia produktif, bukan lagi membawa keberuntungan namun menjadi beban bagi Kota Makassar, karena pemudanya berasal dari generasi dattulu.
Menurut Unit Promosi Kesehatan Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2016 penanganan dan pencegahan stunting sangat penting, karena dapat menyebabkan (1) Perkembangan otak dan fisik anak terhambat, (2) Anak mudah sakit sehingga rentan terjadi infeksi berulang, (3) Anak sulit berprestasi, (4) Anak menjadi gemuk saat dewasa sehingga mudah terkena penyakit jantung, diabetes mellitus, dan lainnya, (5) Usia produktif anak stunting lebih rendah 20% dibanding anak sehat, (6) Stunting menyebabkan kerugian negara sebesar 300 triliun/tahun. Nah, bisa dibayangkan kira-kira di Kota Makassar akan rugi berapa ya?
Pembangunan kesehatan yang digalakkan oleh Kemenkes dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada empat program prioritas dan salah satunya fokus pada penurunan prevalensi balita pendek (stunting). Salah satu upaya yang digalakkan oleh Kemenkes yaitu memaksimalkan program gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Gerakan 1000 HPK fokus pada pelayanan kesehatan masa kehamilan, masa menyusui dan masa bayi hingga usia 2 tahun. Menurut Kemenkes (2016) penanggulangan stunting (anak kerdil) paling efektif dilakukan pada 1000 HPK meliputi, 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi lahir. Dengan, memanfaatkan periode emas ini maka dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya stunting pada anak.
Pemerintah Kota Makassar telah menggalakan Lorong Sehat (Longset) yang terintegrasi dengan program pembinaan lorong yang telah lebih dulu berjalan, yakni Lorong Garden (Longgar) dan Makassarta Tidak Rantasa (MTR). Inovasi Longset yang digalakkan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar bertujuan untuk mewujudkan lorong-lorong sehat di seluruh Makassar dengan dibantu Puskesmas di masing-masing kecamatan. Longset memiliki 12 indikator target yang harus dipenuhi, di antaranya program Keluarga Berencana (KB), fasilitas kesehatan, imunisasi dasar lengkap untuk bayi, ASI eksklusif, pemantauan pertumbuhan balita, dan pengobatan tuberkolosis sesuai standar.
12 standar indikator Longset, beberapa diantaranya merupakan goals dari 1000 HPK yang digalakkan Kemekes dalam mencegah dan menangani stunting. Untuk itu, melalui program Longset ini dapat dimasukkan program optimalisasi 1000 HPK. Perawat maupun bidan dari pusekesmas terdekat berperan aktif dalam melakukan pembinaan dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu menyusui, maupun anak balita yang tinggal di daerah lorong.
Masing-masing Puskesmas di Kota Makassar memiliki daerah binaan lorong. Setiap Puskesmas sebaiknya menyiapkan 1 bidan maupun 1 perawat untuk setiap lorong yang ada di wilayah binaan Puskesmas tersebut. Bidan dan perawat tersebut akan datang setiap minggu ke tempat lorong binaannya untuk mengontrol kesehatan secara berkala, mengontrol gizi/makanan yang dikonsumsi, memberikan edukasi kesehatan dan praktik PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) bagi ibu hamil, ibu menyusui & bayinya maupun balita
Target perawat dan bidan yang menjadi agen gerakan 1000 HPK yaitu (Kemenkes, 2016): (1) Ibu hamil: memastikan ibu hamil mendapatkan makanan yang baik, memastikan ibu hamil mengonsumsi tablet tambah darah, dan megontrol kesehatan ibu hamil secara rutin. (2) Bayi baru lahir-Ibu menyusui: Memastikan bayi baru lahir dilakukan IMD (inisiasi menyusui dini), bayi sampai usia 6 bulan hanya diberi ASI eksklusif. Memperhatikan gizi ibu menyusui. (3) Bayi-Balita: Memastikan bayi > 6 bulan mendapatkan Makanan Pendamping (MP) ASI, memastikan bayi di beri ASI hingga usia 2 tahun. Bayi dan anak balita harus memperoleh kapsul vitamin A dan imunisasi dasar lengkap. (4) Memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita dengan mengukur tinggi badan secara berkala. (5) Meningkatkan promosi kesehatan tentang perilaku hidup bersih dan sehat
Ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita seyogyanya mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan posyandu. Namun, upaya lain tidak ada salahnya digalakkan. Mengingat, beberapa warga baik Ibu hamil, ibu menyusui dan bayinya dan orang tua balita sering kali malas memeriksakan diri ke puskesmas dan posyandu misalnya, karena jaraknya cukup jauh. Selain, itu puskesmas dan posyandu biasanya dikunjungi oleh banyak orang atau ramai dengan begitu pendidikan kesehatan maupun konseling kesehatan akan kurang efektif.
Untuk itu, dengan hadirnya lorong sehat akan menjadi wadah tempat berkumpulnya ibu hamil, ibu menyusui dan bayinya serta balita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan edukasi kesehatan. Lorong sehat akan lebih efektif dalam mengimplementasikan 1000 HPK karena perawat dan bidan mengunjungi langsung daerah tempat tinggal mereka. Perawat-bidan bisa memantau langsung pola perilakunya, dan memonitor kondisi kesehatan di daerah tersebut. Perawat-bidan juga harus memastikan keluarga dari ibu hamil, ibu menyusui dan bayinya serta balita dapat melibatkan dirinya secara langsung dalam melengkapi gizi keluarganya.
Jika Pemerintah Kota Makassar mampu menyatukan kurang lebih 7.000 an lorong sehat yang tersebar di berbagai wilayah dengan berkomitmen mengoptimalkan 1000 HPK. Maka, target Kota Makassar untuk menurunkan angka kejadian stunting akan terwujud. Karena generasi emas suatu daerah ditentukan oleh kualitas anak-anaknya. Untuk, itu sangat dibutuhkan pemantauan secara berkala menyongsong masa 1000 HPK melalui program lorong sehat.
Penulis, Mutmainnah Sari. Tulisan ini merupakan karya esai yang dilombakan pada kegiatan Makassar Literasi Award