Moh Ramdhan Danny Pomanto, Walikota Makassar yang namanya cukup mentereng dengan prestasinya di kancah nasional memutuskan untuk kembali maju sebagai bakal calon walikota Makassar untuk periode 2018-2023 mendatang. Ada yang menarik dari Walikota yang berlatarbelakang arsitek ini, meski bertabur prestasi, Danny nyatanya ‘lebih’ memilih (kembali) maju sebagai cawalkot dengan jalur non-partai (independen). Pasalnya, Danny ragu terhadap komitmen partai yang sepertinya ‘setengah hati’ memberikan dukungan resminya kepada dirinya. Meski ada beberapa partai yang menyatakan komitmen dan meyakinkan Danny, Danny tidak ingin mengambil resiko dengan isu ‘begal’ partai, dan mungkin Danny telah belajar dari dinamika ‘begal’ politik Pilgub Sulsel.
Padahal jauh-jauh hari sebelumnya, sejumlah partai bahkan terang-terangan menyatakan sikap akan memberikan dukungannya kepada sang petahana ini kembali maju di Pilwalkot Makassar 2018. Danny, yang kelihatan ‘piawai’ mengamati dinamika politik dan partai politik di kota ‘daeng’, sebut saja langkahnya memilih ‘Indira Mulyasari’ sebagai pasangan wakilnya dengan rela ‘menceraikan’ deng ical (wawali) cukup mengagetkan banyak pihak ini ternyata jauh-jauh hari telah mempersiapkan senjata ‘pamungkas’nya untuk kembali berlaga di Pilwalkot Makassar. Ya.. dengan jalur independen. Dengan dukungan warga dan rakyat, dukungan jalur perseorangan dengan mengumpulkan KTP menjadi alternatif bagi Danny jika nantinya partai enggan memberikan dukungan resminya, dan nyatanya perkiraan sang petahana itupun terbukti adanya.
Flashback ke belakang, seorang Danny memang bukanlah figur politikus yang aktif di salah satu partai politik. Sejak terpilih pada Pilwalkot 2013 lalu, Danny yang diusung oleh Demokrat pada saat itu nyatanya ‘enggan’ bergabung sebagai kader partai besutan mantan Presiden RI tersebut. Ia berpandangan, dirinya sebagai Walikota Makassar bukanlah milik kelompok/partai tertentu saja. Ia bahkan ‘mendeklarasikan’ diri sebagai milik semua partai, walikota milik rakyat dan warga Makassar.
Bagi penulis, keengganan Danny untuk berpartai politik sejak dulu bukanlah sekadar keputusan biasa-biasa saja. Keputusan tersebut merupakan langkah politik-strategis bagi Danny yang sudah ia fikirkan matang-matang, toh menjadi kader partai tertentu bukanlah jaminan akan didukung sepenuhnya oleh partai tersebut dalam menjalankan pemerintahan, dan bukan jaminan juga kembali akan mengusungnya pada perhelatan politik selanjutnya.
Sikap politik Danny yang ‘ngeri-ngeri sedap’ juga ditampilkan dengan sikap ‘durhaka’nya Danny kepada ‘IAS’, Walikota Makassar sebelumnya yang dianggap paling berjasa bagi keterpilihan pasangan Danny-Ical (DIA) pada Pilwalkot 2013 lalu. Tapi sejatinya, ‘durhaka’nya Danny bukanlah tanpa sebab, ada banyak alasan yang begitu politis, penuh intrik dan kepentingan, serta ‘lugu’nya Danny sebagai pejabat politik yang ingin tampil sebagai ‘walikota rakyat’, bukan walikota partai, kelompok dan golongan timses tertentu. Yang pasti, tempo hari Danny berucap jika persoalan sebenarnya adalah tidak jauh dari pertaruhan profesionalisme seorang pejabat politik, pertarungan elit yang sejatinya tidak berimplikasi positif bagi warga Makassar.
Walikota Rakyat
Sikap politik Danny yang cenderung ‘melawan arus’ tersebut tentu akhirnya punya konsekwensi secara politik bagi dirinya pada Pilwalkot 2018 mendatang. Keputusannya untuk melepas ‘Deng Ical’ sebagai paketnya bukanlah keputusan yang tepat bagi sebagian pihak. Keputusan tersebut bukanlah keputusan populer yang memberikan keuntungan politik secara kasat mata. Keputusan tersebut bahkan menjadi bomerang bagi seorang Danny. Apalagi, keinginan Deng Ical untuk maju menantang petahana akan menjadi tantangan berat bagi seorang Danny. Ya… jika kalkulasi politiknya seperti itu, tentu tidak salah, tetapi bagi seorang Danny, tentu punya pertimbangan yang lebih matang. Justru ini menjadi karakter bagi seorang Danny, rela mengambil keputusan yang tidak populer demi sebuah komitmen dan konsistensinya sebagai ‘walikota rakyat’.
Jangan heran, keengganan partai politik untuk mendukung kembali Danny pada periode selanjutnya karena adanya kekuatan besar yang mencoba menumbangkan walikota dunia dengan segudang prestasi ini. Partai saja tentu bisa berkelik dengan berbagai alasan dan pandangan, tetapi warga dan rakyat Makassar sudah cerdas menilai, jika ada kelompok tertentu yang tak senang jika dipimpin oleh walikota yang tak berpihak pada kepentingan kelompoknya.
Wajar kemudian, isu-isu kurang produktif dan kurang mendidik bagi demokrasi kita menjadi isu andalan para pembegal Danny. Sebut saja isu SARA, Korupsi dan kabar ‘hoaks’ menjadi andalan untuk menyerang secara personal Danny. Padahal, jika para pembegal itu berfikir jernih, cerdas, ideal dan objektif tanpa tendensi kepentingan kelompok dan klan tertentu tentang kepemimpinan Danny, maka mereka tak dapat memungkiri jika kepemimpinan Danny cukup berhasil dan pantas untuk menjadi walikota Makassar berikutnya.
Warga dan rakyat Makassar yang cerdas tentu akan melihat, berbagai program dan terobosan layanan kepemimpinan Danny sungguh luar bisa manfaatnya. tentu tidak sesempurna yang diinginkan, tetapi upaya dan usaha yang terus dilakukan oleh Danny untuk terus menjalankan program kerakyatannnya menjadi bukti jika Danny memang adalah Walikota Rakyat, bukan walikota partai tertentu dan kelompok tertentu. dan keputusan Danny untuk maju sebagai cawalkot jalur independen adalah keputusan yang tepat, menggantungkan dukungan dan nasib politiknya dari dukungan rakyat.Oppoki
Penulis adalah Mahasiswa di Makassar, Aktif di Komunitas Sobat DP