Oleh Ahmad Sangkala*
MAKASSARBICARA.ID – Pendidikan bagi Wali Kota Makassar merupakan penentu masa depan kota.
Hal ini tidak terlepas dari anggapan bahwa kemajuan kota tergantung bagaimana kondisi sumber daya manusianya.
Komitmen Danny dalam mewujudkan kualitas pendidikan dapat dilihat dari program Revolusi Pendidikan “Semua Anak Harus Sekolah”.
Danny memandang dengan memprioritaskan aspek pendidikan maka tidak hanya memperbaiki kualitas keilmuan dan akhlak, tetapi juga membawa pengaruh pada aspek sosial dan psikis seorang anak.
Melalui program revolusi pendidikan, indikator keilmuan, psikis, dan sosial peserta didik dinilai terakomodir dalam satu gagasan Danny yakni Setiap Anak Harus Sekolah.
Inovasi tersebut membuktikan Danny akan bersikeras supaya tidak meninggalkan warisan pendidikan yang lemah dalam kepemimpinannya.
Program Semua anak harus sekolah, tidak semata menjamin keberlangsungan setiap anak agar bisa mengakses pendidikan dengan adil, namun juga memuat 3 hal dasar pembentukan SDM kota yang unggul.
Pertama, indikator keilmuan anak. Danny menegaskan bahwa setiap anak agar dibiarkan ‘bertumbuh’ sesuai dengan kecenderungan kognitifnya.
Sudut pandang Danny tersebut terbilang unik, sebab berbanding terbalik dengan situasi pendidikan dewasa ini yang justru memaksa anak untuk ‘unggul’ di semua hal.
Danny menginginkan setiap anak bertumbuh tanpa menekan peserta didik.
Danny lebih melihat bahwa setiap anak dilahirkan dengan kemampuan masing-masing sehingga tugas pemerintah adalah membantu dan mengarahkan potensi kognitif yang dimiliki.
Bukan memaksanya tumbuh sesuai dengan keinginan kita.
Kedua, mutu peserta didik tidak hanya berkaitan dengan nilai serta capaian akademik.
Bagi Danny, capaian akademik akan ‘cacat’ jika mengesampingkan aspek psikis peserta didik.
Banyaknya anak yang justru terbebani dengan tuntutan akademik yang berlebih membawa anak pada kondisi mental yang buruk.
Alhasil peserta didik justru melihat sekolah sebagai penjara dan guru-guru sebagai penjaga.
Beban berlebih berdampak pada kelemahan mental peserta didik yang tentu berpengaruh pada penurunan etos belajar anak.
Walikota dua periode tersebut melihat aspek kesehatan mental menjadi penunjang kognitif anak agar bisa maksimal.
Kurangnya perhatian penyelenggara pendidikan selama ini terhadap kesehatan mental anak, membuat Danny berpikir out of the box.
Dalam hal ini, Danny menaruh perhatian pada kesehatan mental peserta didik dengan menomorsatukan indikator akhlak anak.
Akhlak dilihat sebagai akar dari akademik yang memuaskan.
Sementara akhlak yang baik diyakini mampu membelajarkan peserta didik tentang kejujuran serta membentuk karakter anak yang bertanggung jawab.
Dengan memberi perhatian khusus pada kesehatan mental anak, sekolah akhirnya menjadi kawan bagi peserta didik.
Anakpun tidak takut ke sekolah, dan setiap berada di lingkungan pendidikan akan selalu merasa aman dan nyaman.
Dengan begitu, tidak ada lagi anak yang menggunakan berbagai cara hanya sekadar memperoleh akademik yang tinggi.
Danny menawarkan agar sistem pendidikan menjadikan akhlak beserta kejujuran lebih tinggi dari pada nilai akademik.
Ketiga, guna mewujudkan mutu pendidikan yang baik, Danny membuka selebar mungkin agar peserta didik memiliki kecakapan sosial.
Salah satunya dengan program Outing Class. Para siswa akan diberikan wawasan dengan langsung melihat dan merasakan pembelajaran di luar kelas.
Dari aspek ini, Danny memandang setiap peserta didik mesti dibekali dan diberikan waktu yang cukup untuk berinteraksi di lingkungan sosial dimana ia berada.
Aspek sosial sama pentingnya dari dua aspek sebelumnya, sekaligus penyempurna gagasan Danny tentang Revolusi Pendidikan.
Program Revolusi pendidikan yang dicanangkan Danny memposisikan peserta didik sebagai manusia yang harus mampu beradaptasi dalam masyarakat, baik pra maupun pasca menyelesaikan jenjang pendidikan formal.
Paradigma Danny berangkat dari problem peserta didik yang kehilangan kemampuan akademiknya setelah berbaur dengan masyarakat.
Kondisi anak yang tidak menganggap penting lingkungan sekitarnya dapat mengantarnya pada fenomena kematian sosial.
Situasi dimana anak terjangkit penyakit anti sosial, serta merasa asing di lingkungannya sendiri.
Dengan begitu, Danny menginginkan anak tidak hanya cakap akademik, dan mental, tetapi juga cakap dalam bermasyarakat.
Untuk mengakomodir tiga aspek penting diatas, Danny melalui Revolusi Pendidikan telah menyiapkan berbagai strategi jitu yakni merekonstruksi sekolah menjadi lembaga pendidikan yang terintegrasi.
Artinya, sekolah tidak hanya sebagai wahana transfer ilmu tetapi juga transfer nilai.
Kelihaian Danny dalam menganalisa problem pendidikan di Kota Makassar menyadarkan kita tentang pentingnya pendidikan yang mengedepankan akhlak, kondisi mental, dan sosial seorang setiap anak.