Oleh: La Baco*
Dua pekan lalu, saya berkesempatan untuk menyaksikan pementasan Inagurasi yang disajikan oleh mahasiswa angkatan 2018, jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Pementasan seni itu digelar di Gedung Kesenian Societeit de Harmoni yang berada di jalan Ribura’ne No. 15, di Kota Makassar.
Sejak malam itu, terhitung sudah dua kali saya memasuki gedung peninggalan Belanda dengan model bangunan Eropa itu. Pertama, di akhir tahun 2017, saat menyaksikan salah teman yang berkompetisi dalam Kala Monolog IX yang digelar oleh Kala Teater, dimana teman saya menyabet monolog terbaik kala itu.
Ironisnya, selang dua tahun sejak kunjungan pertama saya, tak ada yang berubah, melainkan hanya kesan yang sama, miris dan memprihatinkan. Betapa tidak, saat memasuki Gedkes, nama karib Gedung Kesenian bagi anak-anak muda Makassar, saya terus menuju tribun di lantai dua, karena ruang teater di lantai dasar sudah terlihat penuh.
Saat di tribun di lantai dua itulah saya melihat beberapa kursi teater sudah rusak dan sudah tidak layak pakai.Tak lama, rasa prihatin saya bertambah setelah menyaksikan sejumlah mahasiswa terplanting jatuh saat bubar usai menonton pementasan.
Sejumlah mahasiswa itu terplanting lantaran lantai tribun Gedkes yang anjlok. “Betapa membahayakannya bagian lantai yang anjlok itu”, ucapku kepada salah teman. Tak hanya itu, Toiletnya juga begitu kotor dan menjijikan. Batin saya teramat perih melihat gedung yang sejatinya dirawat untuk dijadikan pusat kesenian di kota Makassar oleh para seniman itu justru tidak mendapat perhatian penuh oleh pemerintah.
Gedung tua yang berdiri sekitar 100 meter dari Benteng Rotterdam itu, sejatinya dikelolah baik oleh pemerintah provinsi Sulsel sebagai pusat peradaban, pusat pembentukan karakter serta peneguhan identitas nasional. Namun, sejauh ini tidak terlihat keseriusan pemerintah dalam memelihara cagar budaya Sulsel itu.
Saking tidak adanya perhatian dari pihak Pemprov, Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, dalam hal ini Kepala Dinas Kebudayaan Kota Makassar, Sittiara Kinang, di awal tahun 2019 lalu pernah menginginkan Gedkes untuk diambil alih, dirawat, dikelolah oleh Pemkot Makassar untuk dijadikan pusat sarana berkesenian para seniman Makassar.
Kala itu Sittiara mengatakan, dirinya sangat menginginkan gedung kesenian Sosieteit de Harmonie dikelolah oleh Pemerintah kota Makassar sebab kondisinya begitu memprihatinkan. Seperti plafonnya yang tampak bocor-bocor, fasilitas pendukung lainnya juga tidak berfungsi dengan baik, seperti WC Buntu, air tidak mengalir, beberpa pendingin ruangan yang tidak berfungsi dengan baik, air menetes di belakang panggung saat hujan dan sejumlah hal yang merusak nilai estetika gedung bersejarah yang sudah berdiri sejak 1896 itu.
Sekitar tahun 2009 lalu, dibawah kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo selaku Gubernur Sulsel, Gedkes pernah direnovasi dengan menggunakan APBD sebesar Rp2 miliar. Namun, dikarenakan terjadi kesalahan perencanaan renovasi Gedkes, kebutuhan anggaran membengkak menjadi Rp6 miliar. Kebutuhan anggaran itu ditengarai lantaran beberapa hal yang seharusnya hanya dipugar, malah dirobohkan sehingga kembali membutuhkan suntikan anggaran untuk membangun.
Kala itu, Pemprov pernah mengusulkan tambahan anggaran ke DPRD Sulsel, hingga disepakati tambahan porsi anggaran Rp400 juta dari hasil pembahasan anggaran APBD Perubahan 2010. Sayang, tambahan dana sebesar Rp400 juta itu hanya cukup untuk mengerjakan rangka dan bagian atap gedung saja.
Hingga kini, bangunan yang sejatinya menjadi tempat masyarakat menikmati hamonisasi keindahan yang utuh, malah tak lagi harmonis sebab siapa pun yang masuk tak lagi membelalakkan mata sambil menyunggingkan senyum, melainkan hanya mengernyitkan alis sembari menggelengkan kepala sebab suasana Gedkes kini tak lagi seirama dengan semangat bangunan itu berdiri.
Jika Pemprov memang tidak mampu menjaga Societeit de Harmonie, bangunan bersejarah peninggalan Belanda untuk dikelolah dengan baik, maka sebaiknya diserahkan saja ke Pemkot Makassar yang sudah sangat prihatin melihat kondisi gedung dan sangat siap mengelolah dan memfungsikan gedung dengan baik untuk kehidupan “Masyarakat yang Harmonis”.
La Baco adalah Warga Kecamatan Ujung Pandang, Penikmat Kopi depan Gedkes