Oleh: Agus Maulana
Coaching Instruktur disebut-sebut sebagai upaya menggenjot kualitas pengader di Kota Makassar. Katanya begitu, faktanya, agenda yang digawangi Bidang Kader PC IMM Kota Makassar itu sepi peminat. Bahkan, jumlah instruktur yang hadir dibawah 50 persen dari keseluruhan pengader aktif di Kota Makassar, kenapa?.
Bidang Kader dan Korps punya PR besar dalam hal ini. Penulis menganggap, ada komunikasi struktural yang tak efektif. Hal lain, mungkin saja metodologi Coaching yang terkesan itu-itu saja, sayang sekali.
Artinya, keberadaan Korps dan Bidang Kader perlu dipertanyakan, seberapa serius mereka memikirkan keberlanjutan kaderisasi.
Komunikasi Feodal
3 November 2023, grup-grup WhatsApp penulis dipenuhi pesan berantai. Isinya memuat undangan Bidang Kader kepada semua instruktur untuk menghadiri acara.
Yang penulis sayangkan, isi pesannya bukan ajakan, namun lebih kepada perintah, juga terdapat diksi menakut-nakuti, amat sangat tidak bijaksana.
Peringatan dari Korps Instruktur, yang tidak ikut Coaching sampai selesai, maka diberhentikan tugas.
Imbasnya, banyak instruktur yang tak respek. Ujungnya, Coaching itu sepi peserta.
Ramai perbincangan yang penulis jumpai, beberapa kawan sejawat mengaku kecewa. Mereka beranggapan Bidang Kader dan Korps tak memahami kesibukan personal instruktur.
Bahkan, pesan singkat itu tampak memposisikan instruktur sebagai pegawai bayaran yang bisa dikontrol semaunya, termasuk ‘memberi hukuman’ jika tak mendengar.
Layaknya pekerja di perusahaan kapital, mereka merasa bisa mengintervensi pegawainya agar takut dan tak menolak perintah.
Kejadian-kejadian
Usai Coaching, saya mendapati beberapa instruktur yang tak berpartisipasi justru ditugaskan saat DAD.
Sebagai Instruktur, saya memegang prinsip ‘Sapi yang dipegang adalah talinya, sementara Instruktur dipegang perkataannya’.
Artinya, pesan singkat yang disebar via group-group WhatsApp dilanggar sendiri oleh pemilik pesan.
Penulis yang tengah mendongkol, lalu menuangkan unek-unek di sosial media (Instagram). Bukannya ditanggapi, penulis justru menerima pesan intimidatif, termasuk perintah untuk segera menghapus unggahan.
Kritik adalah evaluasi, artinya silahkan berbenah. Merepresi pengkritik justru memperlihatkan ‘Low Quality Person’.
Mengutip KH. Dzawawi Imron ‘Dubur ayam yang mengeluarkan telur lebih mulia dari mulutnya intelektual yang hanya menjanjikan telur’.
Selamat ngopi.