Kejanggalan Kalahnya Warga Bara-baraya di Pengadilan Negeri Makassar


Di Depan Pengadilan Negeri Makassar, Jalan R.A. Kartini

MAKASSARBICARA.ID – Dewasa ini konflik penggusuran lahan menjadi masalah akut di beberapa titik di Indonesia, tak terkecuali di kota Makassar.

Ada 39 keluarga di Kelurahan Bara-baraya, Kecamatan Makassar yang terancam terusir dari rumahnya.

Dari tahun 2016 sampai sekarang, warga Bara-baraya berjuang mencari keadilan demi tanah tempat tinggalnya.

Yang ganjal kata Andarias selaku warga, pihak lawan (yang ingin menguasai tanah) tak diketahui wujudnya seperti apa.

“Penggugat yang mengklaim diri sebagai ahli waris tidak pernah dimunculkan di pengadilan. Jadi warga hanya melawan bayang-bayang. Tetapi pengadilan membenarkan (ketakberadaan lawan) itukan. Buktinya sidang ini berlanjut terus”, ucap Andarias.

Andarias menduga bahwa bayang-bayang yang menjadi lawan warga adalah mafia tanah.

“Bayang-bayang menurut saya adalah mafia. Kita tidak tahu mafianya siapa. Artinya dia (pengadilan) hanya menyebut si A, si B, tapi kita tidak tahu siapa mereka”, lanjutnya.

Rencana eksekusi tanah juga dinilai masih belum jelas sebab batas-batas tanah belum diketahui pasti.

“Kalau belum ditahu batas tanahnya, terus mereka mau lakukan eksekusi, pertanyaannya yang mana mau dieksekusi? Jangan sampai orang yang tidak masuk dalam perkara ini kena eksekusi (juga)”, tegas Andarias.

Sedangkan kuasa hukum warga Bara-baraya mengungkap awal konflik bermula dari pihak TNI, selaku penyewa tanah, yang mengintimidasi warga agar pindah dari tempat tinggalnya karena ‘pemilik tanah’ ingin mengambil kembali tanahnya.

“Sejak perkara awal itu jelas tindakan-tindakan mereka (TNI) dan bahkan mereka memberikan peringatan terhadap warga agar meninggalkan lokasi yang ditempati dengan dalil bahwa tanah yang dulu disewa oleh Kodam akan dikembalikan ke pemiliknya”, ujar Ridwan selaku kuasa hukum.

Ridwan menyangkal usaha pengklaiman bahwa tempat tinggal warga merupakan bagian dari tanah yang disewa oleh TNI.

“Bahkan mereka mengklaim bahwa tanah yang dimiliki oleh warga itu adalah bagian daripada tanah yang disewa (oleh TNI). Tetapi faktanya tidak. Karena keberadaan warga Bara-baraya jelas memiliki alas hak yang sah. Ada perolehan jual beli dan berdasarkan pertimbangan pengadilan, itu (alas hak warga) diamini, dibenarkan”, ungkap Ridwan.

Ketakhadiran lawan (yang ingin menguasai tanah) dan bukti autentik warga rupanya masih belum cukup kuat untuk memenangkan Bara-baraya melawan mafia tanah.

Selasa, 13 Juni 2023. Pengadilan Negeri (PN) Makassar kembali menolak usaha perlawanan hukum dari warga Bara-baraya lewat Derden Verzet.

Para demonstran yang mengerumuni Pengadilan Negeri sontak sedih, kecewa, bahkan marah menyaksikan ketidakadilan dari hakim.

Meluapkan ekspresi yang berkelindan, massa aksi membakar keranda mayat sebagai simbol matinya keadilan dan hati nurani Hakim PN Makassar.

Polisi yang bertugas mengamankan melakukan respon cepat dengan mematikan api luapan kekecewaan massa aksi.

Salah satu massa aksi mengeluhkan pengamanan ketat yang berlebihan oleh Polisi dan juga Brimob pada saat itu.

“Ini adalah pengamanan berlebihan. Yang hanya akan melahirkan ketakutan bagi massa aksi”, kata Iqbal.

Bahkan pada malam hari sebelum sidang putusan, makassarbicara.id menerima video pemasangan kawat berduri oleh pihak kepolisian.

Sedangkan pantauan di lapangan, awak media melihat Kombes Mokhamad Ngajib selaku Kapolrestabes Makassar turut berada di Pengadilan Negeri Makassar

Sayangnya saat ingin dimintai keterangan, Ajudannya tidak memberi kesempatan.

“Mau apa Pers?Jangan masuk dulu”, ucapnya di depan pintu menhadang wartawan.

Koresponden : Dirga