Kisruh Biaya Mahal Ikut KMD Pramuka


Foto: Pamflet pendaftaran KMD. (Ig. racanapetasan)

*Oleh Mamad

MAKASSARBICARA.ID – Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia (RI) No. 63 Tahun 2014, Pendidikan Kepramukaan dijadikan sebagai kegiatan ekstrakulikuler wajib pada pendidikan tingkat dasar dan menengah. Dengan alasan Pendidikan Kepramukaan dapat menopang Kurikulum 2013 dalam membentuk jiwa kepemimpinan.

Berangkat dari hal tersebut, berbagai prodi/jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di kampus se-Indonesia mengadakan mata kuliah wajib Pendidikan Dasar Kepramukaan. Dalam mata kuliah wajib Pendidikan Dasar Kepramukaan, banyak universitas yang menghimbau mahasiswanya untuk mengikuti program Kursus Mahir Dasar (KMD). Kursus ini bertujuan untuk membekali para calon pembina pramuka.

Maka dari itu, Jurusan PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Makassar (UNM) ikut memberlakukan KMD sebagai syarat mengikuti seminar proposal lewat Surat Pemberitahuan oleh Ketua Jurusan yang belum lama ini beredar. Lantaran KMD adalah syarat untuk menjadi pembina pramuka di Sekolah Dasar (SD), sertifikat program ini juga jadi syarat penyelesaian studi yakni Seminar Proposal (Sempro). Mahasiswa harus membayar untuk mengikuti KMD.

Biaya pendaftaran KMD terus mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Pada 2021, mahasiswa membayar sebesar Rp. 350.000. Pada 2022, biaya yang dipungut jumlahnya Rp. 450.000. Pada 2023 menjadi Rp450.000,00 dan di tahun 2024 biaya yang dibebankan adalah Rp. 550.000.

Terbitnya Surat Pemberitahuan ini menghadirkan banyak keluhan dari mahasiswa PGSD angkatan 2021-2023. Mereka keberatan atas diwajibkannya KMD. Keluhan ini disebabkan oleh mahalnya biaya pendaftaran yang harus dibayar oleh mahasiswa. Berbagai pertanyaan pun muncul.

Salah satunya, “apa hubungan KMD dengan seminar proposal?”.

Mau dilihat dari sisi manapun jawabannya adalah tidak ada. Pertanyaan lainnya ialah “Uang pendaftaran sebanyak ini bermuara ke mana? transparansinya mana?”. Hal tersebut patut dipertanyakan karena dari beberapa kegiatan KMD yang diadakan selesai begitu saja tanpa adanya transparansi atau laporan pertanggung jawaban selama kegiatan ini berlangsung.

Biaya yang tercantum itu disepakati sepihak oleh penyelenggara dan tidak termasuk dalam konsumsi peserta serta kebutuhan pendukung lainnya. Hal ini jelas menyimpang dari fungsi Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tertuang dalam Permendikbud No. 55 Tahun 2013 yang direvisi setiap waktu menjadi Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 tentang Standar biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN di lingkungan Kemendikbud. Kegiatan ini bahkan bisa termasuk dalam kategori pungutan liar yang jelas merupakan tindakan melawan hukum yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 hingga UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penulis merupakan mahasiswa Jurusan PGSD FIP UNM.