MAKASSARBICARA.com-Pagi ini kembali menikmati kemegahan masjid 99 Kuba. Setelah sekian bulan baru bisa ke pantai Losari. Masjid Kuba yang diarsiteki Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Kala itu, beliau masih Walikota Bandung.
Bukan hanya karena kubanya 99 saja. Letaknya di seberang pantai Losari. Di lokasi Center Point Indonesia (CPI). Di dalamnya juga terdapat Wisma Negara Makassae. Letaknya yang berbatasan langsung dengan laut. Semakin menambah indah dan kokoh masjid ini.
Inilah karya monumental Gubernur Sulsel Bapak Syahrul Yasin Limpo. Meski, lokasi ini pernah menjadi polemik. Bahkan di dalamnya disinyalir ada persoalan hukum. Keberadaannya juga menuai protes dari aktivis lingkungan. Keberadaan reklamasi pantai ini. Disinyalir menjadi penyumbang banjir di Makassar.
Meskipun bukan penyebab utamanya. Tapi mau tidak mau. Harus diakui. Sejak ada reklamase pantai ini. Makassar ketap sekali banjir. Hujan beberasi jam saja. Jika deras pasti banjir.
Tapi apapun itu. Karya dari SYL demikian nama panggilan akrab pak Syahrul. Patut diapresiasi. Ini akan menjadi salah satu destinasi wisata Makassar. Sebelumnya ada pantai Losari. Masjid Terapung karya dari Walikota Makassar kala itu, Bapak Ilham Arief Siradjuddin.
Semuanya semakin menambah daya tarik Pantai Losari. Sejak dulu ramai didatangi masyarakat. Terkenal dengan matahari tenggelamnya. Baik orang Makassar maupun dari luar. Bahkan teman-teman dari luar. Sepertinya tidak sah ke Makassar. Jika tidak injak pantai Losari.
Kembali ke masjid 99 Kuba. Di balik kemegahan, keindahan, serta berbagai kesan baik yang disematkan keberadaanya . Ada kekhawatiran mendalam. Paling tidak. Menurut Ketua DPRD Sulsel Muh Rum. Suatu ketika, penulis bincang-bincang dengan beliau. Kekhawatiran beliau. Jika masjid ini tidak maksimal sebagai tempat beribadah.
Soalnya, bagi mantan Bupati Sinjai dua periode ini. Masjid di lokasi yang sangat mahal tanahnya. Kemungkinan besar. Sangat jarang ummat Islam yang bisa beli tanah di lokasi tersebut.
Jika kenyataan ini terjadi. Kemungkinan besarnya. Masjid kelak di kelilingi oleh penduduk non muslim. Pertanyaan besarnya. Siapa yang akan memakmurkan masjid ini? Dengan menggunakan shalat berjamaah lima kali sehari semalam.
Masjid yang berada di tengah-tengah mayoritas ummat Islam. Terkadang masih sepi jamaahnya. Bahkan, masih ada masjid yang terkadang jamaahnya merangkap semua. Dia muadzin. Dia imam. Dia juga sekaligus makmun.
Jika kondisi ini terjadi. Kekhawatiran Kak Rum, demikian kerap namanya dipanggil oleh yuniornya di HMI. Juga pasti menjadi kekhawatiran semua ummat Islam. Namun, tidak perlu meratapi. Toh, semuanya telah terjadi. Mencari solusi adalah pilihan terbaik.
Salah satu solusinya. Menjadikan masjid ini sebagai pusat kajian Islam. Berbagai kegiatan dalam membangun peradaban Islam. Perlu diintensipkan. Dengan cara ini. Bisa dimaksimalkan peran masjid ini. Bukan hanya sebagai tempat shalat semata. Tapi berbagai dialektika keummatan. Penting untuk digalakkan di masjid kebanggaan ummat ini.
Dengan demikian. Nominal biaya dalam membangun masjid ini. Sebanding dengan manfaatnya untuk masyarakat. Buat keluarkan biaya selangit. Jika keberadaannya tidak bisa dimaksimalkan.
Olehnya itu, seiring dengan penggunaan masjid secara resmi. Pemerintah perlu menyusun berbagai program masjid ini ke depan. Tentu dengan melibatkan ormas Islam; seperti MUI, Muhammadiyah, Wahdah Islamiyah, NU dll. Ormas Islamlah yang yang paling paham dalam pemberdayaan masjid.
Semoga saja. Sinergitas pemerintah dan ormas bisa memaksimalkan masjid 99 Kuba ini. Sehingga, tidak hanya kesan megah dan indahnya dinikmati. Tapi perannya dalam mencapai kejayaan Islam juga bisa dirasakan.
Penulis : Burhanuddin Marbas, Direktur CIRC