Merah Tanah: Tetap Menggugah walau Miskin Imajinasi


Foto: Buku Novel Merah Tanah. (makassarbicara.id)

*Oleh Dirga

MAKASSARBICARA.ID – “Jangan menghakimi. Pendidikan itu merangkul bukan memukul”. Satu gagasan dalam buku novel berjudul Merah Tanah, karangan Baso Pattola Ade (2023) terbitan Subaltern Inti Media, yang menginsinuasikan pentingnya merefleksi praktik pendidikan dewasa ini.

Sebenarnya, banyak hal yang bisa didiskusikan ketika membaca novel Merah Tanah. Misal tokoh sastrawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer, Bapak Republik Indonesia Tan Malaka, praktik pendidikan yang dialami si tokoh utama Merah Tanah, lagu Efek Rumah Kaca, hingga gerakan sosial. Namun ada hal yang lebih perlu dibahas dari novel ini. Yakni gaya menulis si penulis, Baso Pattola Ade yang cukup menggugah pembaca, termasuk saya.

Saya merasa perlu untuk membahas gaya menulis si penulis. Selain penulis yang memang meminta ulasan, saya berharap gagasan ini bisa berkontribusi untuk novel terbitan selanjutnya. Novel ini merupakan trilogi dan Merah Tanah adalah bagian pertamanya. Sebagai penikmat bacaan tentu saya berharap terbitan selanjutnya akan lebih menggugah.

Mengapa berharap terbitan selanjutnya bisa lebih menggugah? Pasalnya novel ini mengilhami energi untuk berpihak pada setiap pertentangan. Sebenarnya saya bingung, apakah ilham ini kebetulan? ‘Kebetulan’ karena belakangan saya memang mengalami berbagai keadaan mencekam akibat berpihak pada pertentangan antara yang berkuasa dan yang dikuasai.

Lantas bagi pembaca yang keadaannya tidak seperti saya, bagaimana? Di lain sisi, penulis memang menyampaikan bahwa novel ini diperuntukkan bagi pembaca risalah-risalah progresif, namun bagaimana dengan mereka yang tidak demikian? Harapannya tentu novel ini dapat menggugah siapa saja tanpa perlu terlebih dahulu merasakan yang saya alami. Dan semoga ulasan ini dapat mewujudkan harapan tersebut.

Pesimisme Kronis

Hal pertama yang fatal adalah menunjukkan pesimisme di awal perjalanan. Pesimisme ini terus mengganggu dan menghantui pikiran saya selama melahap Merah Tanah.

Pesimisme ini terletak di kalimat pertama pada bagian awal buku, prolog. “Manusia fakir imajinasi seperti saya agak kesulitan dalam menyusun naskah novel trilogi Merah Tanah ini,” begitulah kira-kira pesimisme yang penulis sampaikan.

Kalimat pertama yang ditemui ini akhirnya jadi patokan selama membaca. Wajar saja ketika hampir separuh buku tidak terlalu menarik untuk dibaca karena sedari awal penulis melunturkan semangat pembaca. Setiap menemui bagian yang kurang menarik, pesimisme penulis langsung terbayang walau novel ini sudah hampir habis saya lahap.

Karena keseringan membaca novel dari penulis-penulis ternama yang bagian awal ceritanya langsung menggugah pembaca, kurang bijak rasanya menghakimi novel karangan Baso ini. Namun seperti itulah studi komparatif, harus ada perbandingan bukan?

Pesimisme ini tidak hanya akut, tapi sudah kronis karena kemiskinan imajinasi penulis terlihat betul di berbagai plot cerita. Salah satunya penggunaan bahasa yang agak kaku di beberapa dialog.

Di lain kesempatan, baiknya penulis tak lagi menampilkan pesimisme serupa agar pembaca seperti saya tak tersandung batu yang sama ketika membaca novel berikutnya. Selain itu, meminimalisir pesimisme semacam ini, hemat saya, bisa mengurangi hambatan penulis dalam menulis. Jangan sampai ‘miskin imajinasi’ jadi beban yang terus diemban penulis. Padahal aktivitas menulis telah menunjukkan bahwa imajinasi seseorang itu hidup.

Penggunaan Sudut Pandang yang Kurang Imajinatif

‘Miskin imajinasi’ penulis yang lainnya terlihat dari penggunaan sudut pandang cerita. Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu dalam bercerita.

Akibatnya, ketimbang merasakan berlaku seperti tokoh Merah Tanah, saya seolah hanya menyaksikan kisah Merah Tanah.

Penggunaan sudut pandang orang pertama bagi saya lebih terasa hidup dan menyenangkan ketimbang penggunaan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Penggunaan sudut pandang orang ketiga menghilangkan satu bagian penting bagi pembaca, yakni latihan untuk mempertajam kemampuan intuisi.

Kemampuan intuisi, hemat saya, lebih efektif menghidupkan simpati dan empati seseorang. Dan kemampuan intuisi lebih dapat terasah lewat penggunaan sudut pandang orang pertama ketimbang orang ketiga. Sehingga penggunaan sudut pandang orang pertama dalam novel Merah Tanah akan lebih menyentuh perasaan dan memacu pikiran. Karena salah satu tujuan utama dalam membaca novel menurut Artidjo Alkostar adalah untuk memperkenalkan keadilan, simpati, dan empati ke manusia (@pendapat_ahli, 2023).

Harus diakui bahwa penggunaan sudut pandang orang pertama membutuhkan imajinasi yang lebih ekstra. Saya tak berharap novel selanjutnya akan berubah menggunakan sudut pandang orang pertama. Pasalnya, selain membutuhkan imajinasi lebih, kekonsistenan penulis akan jadi taruhannya karena Merah Tanah merupakan bagian pertama dari trilogi novel ini.

Penutup

Terlepas dari itu semua, secara keseluruhan novel ini cukup menggugah. Cara penulis dalam menyampaikan gagasan-gagasannya soal praktik pendidikan, analisis kelas sosial, tata kelola negara yang timpang, hingga dorongan untuk melakukan gerakan sosial sudah cukup efektif.

Tak sulit untuk membaca Merah Tanah. Jika memposisikan diri sebagai orang awam yang baru menyelami dunia bacaan, novel Merah Tanah bisa jadi cinta pertamaku pada buku.

Hal penting lainnya dari novel ini adalah keberpihakan dalam suatu pertentangan. Memilih tidak berpihak dalam pertentangan berarti berpihak untuk melanggengkan pertentangan. Tak ada ketidakberpihakan dalam pertentangan. Setidaknya, itulah yang berusaha penulis sampaikan. Salah satunya lewat tokoh yang dekat dengan Merah Tanah, yakni Ibunya.

“Tumbuh dan berkembanglah sesuai zaman, tapi jangan ditundukkan oleh zaman. Kamu harus punya keyakinan yang kuat, agar tidak mudah dibius oleh keadaan”.

-Ibu Merah Tanah.

Penulis merupakan Mahasiswa UNM.

Referensi

Ade, B. P. (2023). Merah Tanah. Penerbit Subaltern Inti Media.

@pendapat_ahli. (2023, 15 September). Cerita Eko Prasetyo tentang Alm. Artidjo Alkostar. [Video]. Instagram. https://www.instagram.com/reel/CxNZ3BwJaFh/?igsh=MWczc25sdGNib2RpcQ==