OPINI: Bahaya Rekayasa Teknologi Pertanian Modern


Sumber: Dokumen Pribadi

Oleh Supardi*

MAKASSARBICARA.ID – Jika kita mengamati peradaban umat manusia saat ini mengalami banyak distraksi atau perubahan.

Perubahan yang saya maksud ialah dari dimensi moralitas terhadap manusia, binatang dan semua entitas yang ada di semesta ini.

Salah satu perubahan yang paling terdegradasi adalah sumber daya alam seperti hutan, ikan, air dan tanah.

Entitas yang bertanggung jawab atas semua perubahan ini adalah manusia sendiri.

Banyak inovasi-inovasi yang ditorehkan hewan berakal tersebut. Yakni, teknologi yang dikembangkan hingga langit pun bisa digapai, terbang layaknya burung dan berenang di dalam lautan terdalam seperti ikan.

Namun yang paling sulit diterapkan ialah berjalan di muka bumi layaknya seperti manusia. Bisakah hewan berakal ini mengaktualisasikan dirinya menjadi manusia? Tentu bisa. Namun hal itu tidak akan saya bahas disini.

Yang akan saya bahas ihwal dampak buruk dari inovasi manusia di bidang teknologi terhadap keberlangsungan hidup entitas manusia dimuka bumi.

Kian hari masyarakat selalu menginginkan hal-hal yang praktis.

Berangkat keinginannya tersebut banyak teknologi yang dibuat agar orang-orang lebih mager lagi beraktivitas dan berpikir.

Ketika ditinjau efek dari teknologi pada sektor pertanian, yang katanya robot-robot lah yang akan mengolah lahan, menanam tanaman dan merawatnya. Yang jadi persoalan disini aman kah selama ini konsep pertanian modern yang masyarakat terapkan?

Mengolah lahan dengan membolak-balikkan tanah, memupuk tanaman dengan pupuk kimia sintetis, dan menjaga tanaman dari hama dengan cara menyemprotkan pestisida.

Apakah semua itu bermanfaat? ataukah suatu proses genosida secara perlahan terhadap spesies manusia di muka bumi?

Marilah sejenak merenungkan permasalahan ini, dimana kehidupan kita tidak akan terlepas dari tanaman yang kita makan dan sudah diolah sedemikian rupa. Tapi semua itu belum bisa dijamin baik atau higienis.

Konsep pertanian modern dan pertanian konvensional memiliki banyak perbedaan.

Inti dari perbedaanya adalah teknologi. Pertanian tradisional proses penanaman tanpa harus membolak balikkan tanah dan tanpa menggunakan pupuk kimia sintesis. Tetapi berbeda sekali dengan sekarang apa-apa tanah diolah, digemburkan dan diberi pula pestisida.

Namun siapa sangka ternyata selama ini pertanian modern dengan teknologinya yang begitu canggih mempunyai dampak buruk yang berjangka panjang.

Efeknya ke perubahan iklim saat ini maupun kedepan, semua itu tidak lepas dari proses pengolahan pertanian itu sendiri terkait efeknya kedepan.

Proses pengolahan tanah berfungsi menyuburkan tanah akan tetapi ini merupakan omong kosong belaka.

Dampak dari pengolahan tanah seperti itu dapat melepaskan karbon ke atmosfer. Tanaman mempunyai peran penting untuk menyerap karbon di udara agar pemanasan global dapat diminimalisir.

Karbon yang diserap tanaman dari proses fotosintesis itu juga berfungsi memberikan nutrisi bagi mikroorganisme yang ada dalam tanah sehingga meningkatkan kualitas tanah agar tambah lebih baik.

Namun proses pengolahan tanah dengan mesin itulah yang diterapkan sampai sekarang. Banyak yang beranggapan proses pengolahan tanah seperti itu demi pertumbuhan perakaran tanaman lebih lancar dan gulma mati.

Tanah yang diolah seperti itu akan mengakibatkan proses pemanasan global meningkat. Belum lagi dampak dari penggunaan pupuk kimia sintetis dan pestisida sintetis, ini sama halnya mengkonsumsi racun ke diri sendiri.

Semakin banyak penggunaan pupuk kimia sintesis akan merusak kualitas tanah.

Jika kualitas tanah buruk, maka proses pengrusakan iklim akan lebih cepat. Dampaknya ke air yang kita minum dan makanan mengandung banyak zat berbahaya.

Baru segelintir permasalahan yang saya ceritakan dari dampak buruk teknologi pertanian modern.

Masih banyak dampak buruk yang belum saya jelaskan ihwal pertanian modern. Baik dari dampak buruk penggunaan pupuk, pestisida dan pengolahan tanah.

Selain efek buruk dari pengolahan tanah, ada lagi rekayasa teknologi pertanian lainnya seperti bibit unggul atau varietas bibit terbaik, namun tidak menjadi hak masyarakat petani memperoleh-Nya.

Dalam hal ini, ada sebuah campur tangan pemerintah dan perusahaan pertanian melakukan rekayasa.

Jika masyarakat petani ingin memiliki hasil panen berkualitas baik, maka harus membeli bibit atau benih di perusahaan pertanian.

Petani mustahil akan mendapatkan benih atau bibit yang unggul seperti induk dari tanaman yang dibeli di pemerintah atau perusahaan.

Semua itu dikarenakan benih tanaman yang petani sendiri inisiatif buat tidak akan bisa mewarisi sifat atau gen induknya yang dibeli di perusahaan maupun di toko tani. Sel atau gen induk ke anaknya telah diputus atau sudah direkayasa pihak perusahaan dan pemerintah.

Pertanian saat ini direkayasa agar petani bergantung terus terhadap bibit atau benih yang dijual perusahaan maupun pemerintah.

Dampaknya petani tidak akan bisa mengembang biakkan bibit yang unggul. Bibit F2 (Anak tanaman/bibit kedua) tidak lagi mewarisi kualitas sifat bibit F1 (Induk tanaman/bibit pertama).

Penulis merupakan Ketua Umum PK IMM Teknik MIPA UNM