Oleh Muh. Imran*
MAKASSARBICARA.ID-Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang juga lahir di era reformasi 1998 merupakan organisasi kemahasiswaan.
KAMMI telah banyak menempah mahasiswa sehingga produktif menghasilkan gagasan, dan kritis dalam bertindak.
Kelahiran gerakan KAMMI juga berkontribusi besar atas runtuhnya rezim Soeharto, yang akan selalu dikenang dan tercatat dalam sejarah pergerakan mahasiswa.
KAMMI bergabung dalam Cipayung Plus awalnya membawa niat mulia. Kemuliaan niat tersebut demi memasifkan gerakan guna mengkritisi kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat.
Sekitar 5 bulan yang lalu, penulis membaca sebuah berita dimana Kapolda Sulsel siap mewujudkan Rumah Kebangsaan untuk Cipayung Plus Sulsel.
Saat itu saya melihat Ahmad Akbar hadir mewakili KAMMI Sulsel bersama pengurus organisasi Cipayung Plus lainnya.
Hanya saja, saya sebagai salah satu kader KAMMI, cukup menyesalkan pertemuan tersebut.
Pertemuan antara Kapolda Sulsel dengan Cipayung, menurut saya mengesampingkan hal-hal yang jauh lebih penting, termasuk pada momentum riuhnya penolakan kenaikan BBM pada saat itu.
Meskipun KAMMI Sulsel juga berdemonstrasi, kesan yang muncul hanya sekadar formalitas semata, guna memenuhi instruksi Pengurus Pusat KAMMI.
Yang disayangkan, aksi protes yang dipelopori KAMMI Sulsel layaknya angin lalu. Gelombang massa pun tidak bertahan lama.
Hal yang ditakutkan penulis akhirnya terjadi. Junior teriak di jalan, senior sibuk bermesraan dengan penghuni istana.
Ternyata, instruksi aksi hanya untuk mengkonfirmasi kepada publik bahwa KAMMI Sulsel juga berdiri bersama rakyat.
Namun disaat yang sama, kedua kaki KAMMI Sulsel lebih dahulu hadir memenuhi undangan Kapolda Sulsel untuk pendirian Rumah Kebangsaan.
Rumah yang katanya akan menampung aspirasi rakyat kecil.
Kemesraan yang terjali antara KAMMI Sulsel dengan pemerintah, bagaimanapun akan mencederai idealisme gerakan organisasi.
Tidak heran kalau hari ini kemesraan tersebut menggerus eksistensi gerakan Cipayung Plus Sulsel dan internal KAMMI.
Kenyataan ini sedikit banyak berimbas pada penurunan minat mahasiswa bergabung dalam organisasi eksternal kampus, termasuk KAMMI.
Mereka tidak percaya lagi dengan teriakan-teriakan dalam bentuk sumpah mahasiswa yang diucap oleh aktivis karbitan.
Rumah kebangsaan Cipayung Plus Sulsel yang diresmikan pada 17 November 2022, menjadi duka mendalam atas kematian idealisme di kalangan kaum muda.
Saya heran dan tak habis pikir, kenapa KAMMI Sulsel termakan bujuk rayu semurah itu.
Mengurusi Rumah Kebangsaan di tengah kondisi rakyat menjadi tumbal kebijakan pemerintah merupakan sikap organisasi yang memilukan, juga memalukan.
Dan akan jauh lebih merusak jika kemesraan itu terus terjaga.
Seketika saya teringat pada sebuah prinsip yang banyak digunakan organisasi dewasa ini. Mungkin inilah yang disebut ‘kami siap menjadi mitra kritis pemerintah’.
Prinsip yang menomorduakan kepentingan rakyat, sementara kepentingan penguasa diberi karpet merah.
KAMMI Sulsel yang diharapkan dapat menjadi vaksin penawar rezim yang sakit, justru menjadi virus yang menambah derita rakyat.
Sebagai kader KAMMI yang mengklaim diri masih sadar, ada tiga pandangan politik yang hendak saya sampaikan sebagai rasa prihatin.
Pertama, setiap organisasi kemahasiswaan harus memegang prinsip bahwa perihal idealisme tidak boleh tergadaikan dengan apapun.
Oleh karena dengan idealisme gerakanlah yang mampu meluruskan kepemimpinan rezim penindas.
KAMMI Sulsel sebagai organisasi pergerakan semestinya sibuk memproduksi serta mengkaji data penunjang aktivitas organisasi, baik untuk keperluan perkaderan maupun pergerakan.
Organisasi kemahasiswaan harus dekat dengan aktivitas intelektual, bukan malah ikut mengantri menikmati iming-iming penguasa.
KAMMI Sulsel harus menjadi pelopor kebangkitan bangsa dari keterpurukan.
Terlebih KAMMI Sulsel menjadi bagian percontohan bagi KAMMI daerah lain, baik dari gerakan hingga kekayaan intelektualnya.
Jadi sudah saat KAMMI Sulsel berhenti mengekor dan menghamba kepada penguasa. Jadilah pendekar yang membela hak-hak rakyat.
Penulis adalah Ketua Kebijakan Publik KAMMI Daerah Makassar