OPINI: Merumahkan Cipayung Sulsel


Oleh Yuyun Barania*

MAKASSARBICARA.ID-Tepat hari ini, tersiar kabar bahwa Cipayung Plus Sulawesi Selatan akan mempunyai sebuah rumah.

Rencana Launching Rumah Kebangsaan pemberian presiden melalui polri tersebut, tidak saja menambah kemesraan kalangan mahasiswa dengan pemerintah, tetapi juga menunjukkan besarnya kendali pemerintah atas diri dan gerakan mahasiswa.

Rumah Kebangsaan yang dibangun dengan tujuan mulia, belum tentu berujung perbaikan. Banyak kemungkinan bisa terjadi, termasuk aktivitas pelacuran idealisme oleh kelompok mahasiswa.

Rumah Kebangsaan yang difungsikan sebagai ‘sekretariat bersama’ bermakna samar-samar. Begitu pula tujuan mengawang dari pendirian Rumah Kebangsaan ini.

Jika Rumah Kebangsaan diperuntukkan untuk menjaga silaturahmi antar organisasi Cipayung Plus, maka tidak mesti melalui perantara Rumah. Yang ada justru prasangka tentang apa makna dibalik ‘silaturahmi di dalam rumah’ tersebut.

Penulis berupaya untuk tidak menaruh curiga, namun segala sesuatu yang didiskusikan di dalam rumah, membawa kesan tertutup dan rahasia.

Bisa saja, topik yang didiskusikan dalam Rumah Kebangsaan, justru berujung pada kesepakatan ‘deal’ antara mahasiswa dengan pemberi hadiah.

Sebuah sumber menjelaskan bahwa Rumah Kebangsaan Cipayung Sulsel diyakini akan menjadi pusat penanaman nilai Pancasila. Ini merupakan narasi besar namun tampak lesu.

Cobalah kita meniti rekam jejak Cipayung Plus Sulsel belakangan ini. Aktivitas Cipayung Plus lebih didominasi pada pembungkaman yang dilakukan secara berjamaah.

Dalam pandangan penulis, ketika Cipayung Plus mendiamkan problem yang merugikan rakyat, maka nilainya setara dengan pengkhianatan terhadap nilai-nilai Pancasila.

Misalnya, kenaikan harga BBM justru tidak memancing amarah Cipayung Plus Sulsel untuk turun gelanggang.

Padahal jika pikir, kebijakan kenaikan BBM adalah bentuk pengkhianatan pemerintah atas nilai sila pancasila.

Lalu seberapa besar Cipayung Sulsel menentang kebijakan tersebut. Itu baru satu, belum kebijakan timpang lainnya.

Rumah kebangsaan tidak hanya membawa kekosongan makna, namun juga amat kental kepentingan politik menjelang 2024.

Rumah Kebangsaan yang didirikan 2 tahun pra pesta demokrasi, tentu bisa dibaca sebagai bagian dari strategi melucuti idealisme mahasiswa.

Tidak hanya dilucuti, tetapi pemerintah meracuni, dan menungganginya. Entah Cipayung Plus menyadarinya atau tidak, tapi inilah kenyataannya.

Dalam Rumah Kebangsaan itu, mereka akan menyantap makanan yang sama dengan  iming-iming masa depan dan jejaring luas. Mereka akan hidup berkecukupan. Namun sayang, idealisme begitu murah dibuatnya.

Berikutnya, Rumah Kebangsaan diklaim hadir untuk mencegah polarisasi agama menjelang pemilu 2024.

Tetapi pertanyaan sederhananya adalah lalu mengapa Cipayung Plus Sulsel justru memilih tinggal di rumah pelaku polarisasi agama yang sesungguhnya.

Dalam proses pengadaan Rumah Kebangsaan Cipayung Plus Sulsel, salah satu personilnya mengklaim bahwa Rumah Kebangsaan menjadi bukti Cipayung Plus dalam kondisi solid. Penulis justru memandang sebaliknya.

Oleh karena Cipayung Plus tercerai berai dan jauh dari kekompakan, sehingga pemerintah mengambil langkah menyolidkan Cipayung melalui Rumah Kebangsaan. Agar semua taat dan satu komando sesuai kehendak pemerintah.

Lagi pula tingkat kesolidan tidak bisa diukur dari ada atau tidak adanya rumah, juga besar atau kecilnya rumah. Kesolidan diukur ‘kepada siapa Cipayung Plus berpihak’, kepada rakyat atau si pemberi rumah.

Padahal sejarah berdirinya Cipayung sangat membanggakan bagi pergerakan mahasiswa. Namun pada dinamikanya, kelompok Cipayung mulai melemah semenjak berada dibawah bendera KNPI.

Menarik kita nanti, pasca launching Rumah Kebangsaan ini, apakah kadar idealisme yang selalu garang terucap melalui corong toa itu akan melandai atau justru lumpuh total.

Tetapi umumnya, mereka yang telah diberi fasilitas akan cenderung menghamba. Kritik menjadi pujian, serta turut andil membenarkan yang biasa, ketimbang membiasakan yang benar.

Menjadi tantangan bagi Cipayung Plus Sulsel apakah setelah mereka dirumahkan semakin melawan atau malah kian tak berdaya.

Pada intinya merumahkan Cipayung Plus Sulsel adalah langkah jitu pemerintah dalam mendekati dan menghancurkan gerakan mahasiswa, terlebih bagi mahasiswa yang mahir menjilat.

Kalau dulu Cipayung Plus jauh dari istana, kini  menjadi bagian dari istana. Kalau Rumah Kebangsaan sukses, maka tidak menutup kemungkinan Cipayung Plus beralih profesi sebagai juru bicara pemerintah.

Padahal sesungguhnya, aktivis tidak bisa hidup di rumah mewah dan nyaman.

Penulis merupakan pengamat aktivis dan perguruan tinggi