*Oleh Cindy Prasella
MAKASSARBICARA.ID – Awal 2020 hingga 2022, dunia dilanda pandemi Covid-19 yang memakan banyak korban. Penyebaran virus Covid-19 yang tergolong cepat menyebabkan berbagai kegiatan terpaksa dialihkan ke online atau melalui internet seperti pekerjaan, perdagangan, maupun pendidikan. Beruntungnya, terdapat beberapa opsi yang bisa dipilih untuk tetap melakukan aktivitas seperti biasa namun dilakukan dari jarak jauh atau online.
Salah satu aspek yang diberi kemudahan yaitu kegiatan pembelajaran. Pembelajaran, baik di bangku sekolah maupun perkuliahan, dipermudah dengan banyaknya pilihan. Di antaranya bantuan media online seperti Zoom dan Google Meet yang bisa diakses kapan pun dan di mana pun.
Berakhirnya pandemi Covid-19 menyebabkan kegiatan yang dilakukan secara online perlahan-lahan dialihkan ke offline atau tatap muka, begitu juga pendidikan. Namun tetap saja, masih banyak yang tetap memilih pembelajaran online karena cenderung lebih fleksibel. Sehingga metode online sangat cocok bagi mereka yang bekerja maupun yang berada di luar kota namun tetap ingin melakukan pembelajaran.
Penulis melihat metode pembelajaran ini lebih banyak diterapkan di tingkat pascasarjana di beberapa kampus.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kita hidup di zaman serba digital, di mana akses berbagai informasi sangat mudah dijangkau. Di samping itu, terdapat banyak kekurangan atau tantangan yang harus dihadapi. Kelancaran akses internet yang tidak merata di berbagai wilayah di Indonesia menjadi salah satu problem yang tak bisa dihindari. Apalagi daerah terpencil, di mana banyak pelajar yang rela naik turun gunung demi bisa mendapatkan sinyal internet. Minimnya fasilitas atau ketersediaan media untuk mengakses internet juga jadi hal yang cukup berdampak bagi pembelajaran. Kondisi ekonomi yang berbeda-beda pun mempengaruhi efektivitas pembelajaran di mana tidak semua pelajar mampu untuk terus menyediakan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran online.
Banyak pelajar mengakui bahwa pembelajaran seperti ini kurang efektif di sisi penyerapan ilmu. Manipulasi kehadiran, yang paling banyak terjadi, membuat jiwa disiplin para pelajar menyurut. Di masa pandemi Covid-19, pemerintah menyediakan fasilitas berupa kuota internet bagi pelajar untuk menunjang pembelajaran secara online.
Namun, sekarang para pelajar harus mengeluarkan biaya tambahan untuk paket internet dan membeli paket Zoom Premium demi memaksimalkan waktu pembelajaran.
Instansi pendidikan terkait perlu memfasilitasi pelajarnya dengan paket internet atau prasarana pendukung lainnya dikarenakan minimnya pelajar yang bisa mengakses langsung fasilitas, apalagi jika pembelajaran dilakukan 100% secara online. Tidak semua pelajar terkendala melakukan pembelajaran tatap muka terutama bagi mereka yang berdomisili di kota instansi pendidikan tersebut. Instansi pendidikan perlu mengelaborasi metode hybrid agar bisa membuat pembelajaran lebih efektif. Pemberlakuan bergilir antara offline dan online pun dapat dilakukan, tergantung kondisinya.
Paradoksnya, pembelajaran online mencerminkan dilema antara kebebasan individu untuk mengakses pengetahuan dan kemungkinan hilangnya interaksi sosial yang mendalam.
Meskipun teknologi memungkinkan akses yang luas, kehadiran fisik dan interaksi tatap muka juga penting bagi pembangunan manusia secara holistik. Hal ini menggambarkan ketegangan antara kebebasan dan komitmen dalam konteks pendidikan.
Pembelajaran daring dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain epistemologi, etika, dan estetika. Epistemologi dapat merujuk pada bagaimana pengetahuan dikomunikasikan dan diterima. Dari sudut pandang etika, ada pertimbangan seputar akses yang adil dan keragaman dalam pembelajaran online. Namun dari sudut pandang estetika, fokusnya bisa pada pengalaman estetika dan kreativitas dalam desain pembelajaran virtual.
Penulis merupakan mahasiswa S2 Pascasarjana Ilmu Administrasi Publik UNM.