Politik Stadion


*Oleh Muhaimin

MAKASSARBICARA.ID – Setelah PSM dipastikan menjuarai Liga 1 Indonesia, berbagai pihak melarang pemerintah lokal dan tokoh politik merayakan kemenangan itu.

Alasannya satu, mereka dinilai gagal menghadirkan stadion.

Beberapa pihak, terutama fans setia PSM, memilih membenci Walikota Makassar Danny Pomanto.

Sebabnya sama, Danny dinilai tidak serius mendukung PSM. Bagi saya, penilaian ini tidak sepenuhnya benar, sebab sesungguhnya Danny telah maksimal mendukung PSM.

Sehingga penting meluruskan anggapan-anggapan miring tentang Danny dan PSM.

Apalagi perkara pembangunan stadion yang kini diseret ke politik oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab.

Penting untuk diketahui publik, pada 21 Oktober 2020 lalu, Mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah memutuskan merenovasi Stadion Andi Mattalatta atau akrab kita sebut Stadion Mattoanging.

Semuanya tahu, saat itu Nurdin Abdullah hadir langsung melakukan pembongkaran fisik stadion.

Nurdin menargetkan renovasi selesai paling lama 18 bulan atau rampung awal tahun 2022.

Adapun pihak yang menandatangani kontrak kerja sama proyek renovasi stadion ini adalah pemprov Sulsel dengan PT Arkonim Jakarta dan PT Griksa Jakarta.

Dari sini, begitu jelas bahwa Danny tidak terlibat dalam pembongkaran stadion kebanggaan PSM itu.

Meskipun Danny tidak terlibat, ada-ada saja framing yang menarasikan Danny bahwa tidak mendukung PSM.

Framing itu, sebenarnya diwacanakan oleh lawan politik Danny.

Informasi-informasi yang tidak berdasar itu, terus dialamatkan ke Danny.

Alhasil, publik yang ‘tidak menerima’ informasi secara utuh, turut ikut-ikutan membenci Danny.

Dalam konteks ini, penulis kemudian menyebutnya Politik Stadion. Kondisi dimana stadion menjadi alat kepentingan kekuasaan.

Fenomena tersebut menunjukkan bahwa olahraga sekalipun, kini menjadi komoditi elit politik.

Naasnya, Danny dikambinghitamkan.

Seolah-olah kegagalan renovasi stadion yang notabenenya diaktori Pemprov Susel, justru memperburuk citra Danny.

Walikota 2 periode itu selalu disebut tidak berusaha membangun stadion di Kota Makassar.

Namun Danny menunjukkan sikap terpuji. Danny tidak marah, apalagi menyerang balik wacana yang tidak benar itu.

Justru kedewasaan kepemimpinan yang dimiliki Danny, tidak merubah komitmennya membangun kembali stadion di Makassar.

Di beberapa kesempatan, Danny menegaskan ‘siap’ membangun stadion. Namun lagi-lagi karena politik, niat baik Danny kandas.

Misalnya, 2 Mei 2022 lalu, Danny menemui Andi Sudirman di Rujab Wakil Gubernur Sulsel.

Saat itu, Danny mengusulkan untuk menuntaskan pembangunan Stadion Barombong, namun Andi Sudirman menolak.

Andi Sudirman yang kini menjabat Plt Gubernur Sulsel itu justru meminta Danny untuk membantu pendanaan Stadion Mattoanging sebesar 100 Miliar.

Bagi Andi Sudirman, Danny jika ingin membangun stadion silahkan membantu pemprov. Pernyataan ini terlihat biasa saja, tetapi begitu politis.

Andi Sudirman mengatakan ke Danny, bahwa Stadion Barombong dapat dilanjutkan bila Stadion Mattoanging telah rampung.

Pada akhirnya, oleh karena tarik ulur kepentingan tersebut, dua stadion semakin tidak jelas nasibnya.

Dari sini, publik seharusnya memahami, Danny bukan tidak mendukung pembangunan stadion, namun yang benar adalah Danny dihalang-halangi.

Dengan demikian, publik sebaiknya perlahan untuk tidak lagi membenci Danny karena PSM.

Danny seyogyanya telah berikhtiar mendukung PSM semaksimal mungkin, namun ada saja pihak yang membentengi.

Meski begitu, Danny tidak ceroboh. Danny tidak ngotot, bahkan menghindari sikap memanfaatkan PSM sebagai kendaraan politik.

Hal demikian dilakukan Danny semata-mata menjaga harga diri pemain serta nama baik PSM.

Walaupun olahraga tidak terlepas dari politik, publik tetap harus berupaya agar sepakbola tidak dikuasai oleh aktor kotor dan haus kekuasaan.

Mulai sekarang, stop membenci Danny karena PSM.