Oleh : Faisal Tiro*
MAKASSARBICARA.COM-Makassar adalah sebuah wilayah yang ratusan tahun lalu menjadi tempat persinggahan para penjelajah Eropa. Makassar merupakan tujuan atau tempat persinggahan para orang-orang Eropa berkulit putih, seperti Portugis dan Belanda. Mereka punya tujuan untuk datang berdagang serta mencari rempah-rempah kemudian dibawa pulang ke negaranya. Itulah sekilas ceritas Makassar dimasa lalu.
Saat ini, Makassar telah berubah menjadi sebuah kota yang megah, Kota yang padat penduduk dan merupakan Ibu Kota Provinsi dari Sulawesi Selatan. Hal tersebutlah menjadikan Makassar sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat pendidikan. Hal ini ditandai dengan adanya banyak kantor dan lembaga-lembaga pemerintahan vertikal maupun horisontal yang berada di Makassar.
Selain itu, disektor pendidikan Kota Makassar juga dihuni oleh beberapa Kampus ternama, seperti Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, dan beberapa kampus swasta ternama lainnya. Hal tersebut menjadi salah satu faktor utama mengapa Makassar bisa disebut Kotanya Dunia, karena Makassar memiliki segala fasilitas dan infrastruktur yang memadai, sehingga menarik masyarakat dari berbagai pelosok untuk berkumpul dan menetap, tentu hal tersebut disebabkan dengan berbagai macam kepentingan, seperti bekerja ataupun menempuh pendidikan.
Selain menjadi pusat pemerintahan dan pendidikan, Makassar juga menjadi pusat industri yang mendukung pertumbuhan laju ekonomi masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat Makassar sendiri.
Bisa kita buktikan dengan banyaknya perusahaan besar yang berada di Makassar, serta bisa diperhatikan juga menjamurnya UMKM disegala penjuru Kota. Tentu hal tersebut mendukung kelancaran perekonomian masyarakat, sebab terjadi proses tukar menukar barang dan jasa.
Oleh karena itu,dengan banyaknya masyarakat yang beraktifitas di Makassar, tentu banyak pula halangan dan rintangan yang harus dihadapi, salah satunya seperti kemacetan dan kurangnya lahan parkir yang memadai.
Dalam progresnya menuju Kota Dunia, dibeberapa sudut kota, hampir setiap hari kita jumpai yang namanya kemacetan. Semisal di Jl.Perintis Kemerdekaan, dilokasi ini banyak masyarakat yang lalu lalang dari berbagai daerah sehingga diwaktu tertentu kadang terjadi kemacetan, sering pula kita dapati kendaraan yang parkir mengambil sebagian jalan, hal itulah yang menjadi penyebab kemacetan.
Selain itu, dibeberapa lorong atau jalan setapak di Makassar masih juga ada masyarakat yang dengan sengaja mengambil setengah jalan untuk memarkir kendaraannya, sebab mereka tidak memiliki garasi yang memadai. Kurangnya kesadaran inilah serta ketiadaan lahan parkir yang memadai sehingga ia dengan terpaksa memarkir kendaraannya dijalan.
Kita juga boleh tengok di area BTP, bisa kita dapati dipinggir jalan kadang ada orang parkir sembarangan, atau bergeser ke area Antang yang tiap sore pasti kita dapati macet. Yang tiap hari lewat Antang, pasti tau penyebab kemacetannya.
Selain itu, dibeberapa fasilitas fasilitas umum, seperti rumah sakit yang nota bene memiliki lahan parkir, terkadang kita juga dapati masih saja ada pengunjungnya memarkir kendaraan diluar area parkir dengan cara memarkir makai sebagian jalan. Tentu hal seperti itu, dengan mereka singgah dan memakai sebagian jalan tentu akan memperlambat arus atau bahkan bisa berdampak kemacetan.
Pernah sekali waktu, penulis jalan-jalan disekitar Minasa Upa, ternyata ada jalan yang sengaja ditutup portal dan dikunci pakai rantai gembok, tidak jauh dari portal ada mobil diparkir seenaknya mengambil hak pengguna jalan. Disitupun aku berfikir, ternyata ada beberapa jalan yang sudah menjadi lahan parkir pribadi. Hal semacam itu bisa kita jumpai di kota ini.
Tidak bisa dipungkiri, hampir semua daerah di Makassar bisa kita temukan jalan umum dijadikan lahan parkir, baik itu hanya sebentar ataupun dalam waktu yang lama. Belum lagi jika masuk ke komplek ataupun lorong, masih ada warga yang tidak memiliki lahan parkir tapi memiliki mobil, sehingga dengan terpaksa ia memarkir kendaraannya mengambil sebagian jalan, tentu hal tersebut menyebabkan sebagian hak pengguna jalan diserobot.
Belum lagi pak ogah dan jukir-jukir liar (ilegal) yang tiba tiba muncul saat keluar dari minimarket, tanpa aba-aba tiba-tiba menagih uang, dan perlu diketahui mereka kadang tidak memberi karcis.
Olehnya itu, hal hal inilah yang perlu dicarikan solusi bersama, jangan sampai Makassar yang kita kenal sebagai Kota Dunia, Kota Pendidikan, Kota Industri, dan Pusat Pendidikan citranya rusak oleh hal-hal negatif seperti ini.
Mari kita jaga Kota Makassar ini untuk menjadi yang terbaik, jangan buat Makassar mundur kebelakang. Seperti slogan Bapak Walikota, beliau menginginkan Makassar dua kali tambah baik.
Padahal jika ditelisik lebih jauh, memarkir kendaraan dijalan atau mengambil sebagian jalan merupakan sebuah pelanggaran. Hal tersebut tertuang dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 287 ayat 1. “Parkir sembarangan dapat dikenakan Pasal 287 ayat (1), melanggar rambu-rambu atau marka dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling lama Rp 500.000.
Selain dari UU LLAJ, diatur juga oleh Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (PP Jalan), yang berbunyi: “Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.”
Maksudnya adalah dengan “terganggunya fungsi jalan” maka berkurang pula kapasitas jalan dan kecepatan lalu lintas antara lain menumpuk barang/benda/material di bahu jalan, berjualan di badan jalan, parkir, dan berhenti untuk keperluan lain selain kendaraan dalam keadaan darurat.
Hal inilah yang urgen untuk kita sosialisasikan kepada masyarakat, perlu adanya pendidikan hukum terkait penggunaan jalan, sehingga dengan begit masyarakat bisa faham dan dengan mudah untuk taat dan patuh terhadap aturan, jangan seenaknya saja memarkir kendaraan ditengah jalan dan mengorbankan hak hak orang lain.
Pernah saya dengar kalimat ini dari teman, ia mengatakan seperti ini ” harusnya mereka menyediakan dulu parkirannya, baru beli kendaraan”. Mungkin ini sedikit tamparan, bagaimana tidak. Banyak yang berlomba-lomba beli kendaraan tapi lupa setelah dibeli mau disimpan dimana.
Tapi terlepas dari itu, yang terpenting adalah kita kembali bangun semangat untuk melihat makassar menjadi betul-betul kota dunia, kota yang beradab, jauh dari kemacetan dan menyediakan lahan untuk parkir bagi yang memiliki kendaraan, terutama bagi mereka pelaku usaha, sebisa mungkin menyediakan lahan parkir untuk pengunjungnya.
Pada intinya, sikap penghargaan yang tinggi kepada orang lain serta kesadaran atas hukumlah yang bisa membuat tertib dan teratur kehidupan sosial bermasyarakat.
Faisal Tiro. Kolumnis di Makassarbicara.id