Teruntuk Tenaga Pendidik yang Sekadar Memberi Tugas


Fazrinul/Penulis

Oleh Fazrinul*

MAKASSARBICARA.ID – Guru atau dosen, hemat saya merupakan sosok pencetak generasi bangsa yang sangat penting. Unggul tidak nya generasi tergantung bagaimana guru memberikan pendidikan terhadap peserta didiknya.

Olehnya itu guru perlu memahami peran dan tanggung jawabnya agar mampu mendidik sebagaimana mestinya.

Secara historis, guru memiliki peran sentral dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, mulai dari pra kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. 

Sejak dulu, para guru menyampaikan dan memperjuangkan dirinya agar diakui sebagai profesi legal dan formal.

Tak heran jika pekerjaan guru diangkat menjadi profesi yang diakui negara, sebab kontribusi besarnya dalam perjalanan bangsa ini. Menyandang profesi sebagai guru adalah tanggung jawab besar karena dituntut profesional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Seorang guru mesti membekali diri dengan pengetahuan tentang perkembangan peserta didik, sehingga dalam proses pembelajaran, guru dapat memberikan kualitas pengajaran yang baik  sesuai kebutuhan peserta didiknya.

Guru yang baik adalah guru yang mampu memahami dan memberikan solusi atas masalah peserta didik. Guru bukan hanya sebatas gelar untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat, meskipun faktanya demikian.

Hal inilah yang menjadi masalah dunia pendidikan karena beberapa guru hanya berfokus merias diri agar masyarakat berempati.

Mindset tenaga pendidik yang berorientasi hanya karena ingin mendapatkan ‘imbalan gaji’ membuat seorang guru buta terhadap kondisi peserta didik

Tak jarang, kita mendapati guru yang hanya sekadar memberikan tugas sebagai pengguguran kewajiban.  Akibatnya, peserta didik merasa canggung atau bahkan merasa tidak nyaman dengan lingkungan sekolah/kampus.

Potensi peserta didik yang seharusnya berkembang dan tersalurkan, kini mati dan terkubur hanya karena guru/dosen tidak mengetahui bagaimana mengelola pembelajaran yang berkualitas.

Tak heran jika banyak orang tua siswa yang berpikir seribu kali, bahkan tak sudi memasukkan anak mereka dalam pendidikan formal.

Sekolah/kampus yang diharapkan sebagai wadah menempa peserta didik menjadi manusia yang berkualitas, alih-alih menjadi tempat paling mengerikan dengan segala kekacauan di dalamnya.

Belum lagi persoalan praktek komersialisasi yang dilakukan oleh oknum tenaga pendidik yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas untuk meraup keuntungan. 

Dengan begitu, menyandang status sebagai guru/dosen tidak selalu dibanggakan, apalagi kualitas pendidikan kita yang masih stagnan.

Masih banyak kita temui, proses pengajaran yang kolot terus diwariskan hingga sekarang. Lantas terobosan apa yang kita lakukan selama mengembang amanah sebagai tenaga pendidik?

Melihat berbagai ketimpangan pendidikan saat ini, sudah seharusnya kita merefleksi nilai-nilai luhur dan esensi pendidikan.

Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan bangsa mengemukakan, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk memerdekakan manusia, agar menjadi individu selamat dan bahagia. Konsep tersebut diterima secara universal baik dari sisi filsafat, agama dan pengetahuan psikologi modern.

Filosofi pendidikan inilah yang semestinya dipahami dan diimplementasikan oleh tenaga pendidik dengan memulainya dengan ‘Revolusi Mindset’.

Sejatinya, kita semua menginginkan tenaga pendidik yang berkualitas, sehingga mampu mencetak generasi bangsa yang berkarakter serta unggul, dan mampu menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, agama, nusa dan bangsa.

Penulis merupakan Ketua KMS UNM