MAKASSARBICARA.ID-Bekerja sebagai jurnalis memang memiliki beragam resiko, termasuk rentan menjadi korban kekerasan.
Tragedi Kekerasan Pers tahun 2018-2019 yang dialami para jurnalis Makassar, masih berpotensi terulang kapan dan dimana saja.
Dalam catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, selama 2018 terdapat 16 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Sementara pada tahun 2019 tercatat 6 kasus kekerasan.
Kekerasan terhadap jurnalis seringkali terjadi pada saat peliputan aksi unjuk rasa.
Seperti yang dialami oleh Jurnalis Makassar Today, Ishak Pasabuan. Ia dipukul aparat kepolisian dengan pentungan dan kepalan tangan tepat di bagian wajahnya.
Saat itu, ia bertugas meliput aksi unjuk rasa Penolakan Pengesahan Undang-Undang KPK dan Revisi KUHP di depan Gedung DPRD Sulawesi Selatan pada 2019 silam.
Ishak Pasabuan direpresif karena dilarang mengambil gambar saat terjadi kericuhan.
Polisi mengaku menindaklanjuti laporannya, namun kasusnya terhenti ditengah jalan.
Menurut AJI Makassar, jurnalis kerap kali mengalami kekerasan disebabkan minimnya pemahaman aparat terkait kerja-kerja jurnalis yang notabenenya diberikan hak dan perlindungan melalui Undang-Undang Pers.
Polisi dianggap selalu berdalih akan memberikan sanksi tegas kepada anggotanya, namun dalam prosesnya justru tidak transparan.
Disaat yang sama, ada banyak faktor penyebab mengapa kasus kekerasan terhadap jurnalis sulit dituntaskan.
Seringkali perusahaan dimana jurnalis bekerja menyarankan agar kasus yang menimpanya diselesaikan lewat jalur mediasi atau kekeluargaan.
Selain itu, keluarga korban cenderung memilih menghindari resiko lebih besar, sehingga tidak menempuh jalur hukum dengan sungguh-sungguh.
Untuk merefleksi kasus-kasus tersebut, AJI Makassar menyelenggarakan Diskusi Jurnalis dengan tema Bagaimana Pengamanan Makassar Jelang Pemilu 2024. Diskusi dihadiri Kapolrestabes Makassar dan para jurnalis.
Dalam penyampaiannya, Kapolrestabes Makassar meminta para jurnalis aktif berkoordinasi dengan kepolisian saat bertugas. Terlebih saat bentrokan pecah, jurnalis diminta menghindari kerumunan.
Informasi yang diterima oleh redaksi makassarbicara.id, para jurnalis meminta komitmen Polrestabes Makassar untuk menjamin keselamatan wartawan saat bertugas.
Para Jurnalis berharap tidak ada lagi istilah ‘sapu rata’ dalam proses pengamanan kerusuhan massa.
Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar juga turut menyampaikan kritikannya.
LBH Makassar menyayangkan ketidakkonsistenan aparat kepolisian dalam bekerja.
Menurutnya, setiap kali berdialog dengan kepolisian, aparat selalu memproduksi narasi-narasi akan melakukan penindakan dengan pendekatan humanis.
Namun saat di lapangan, polisi justru bertindak represif.
Reporter: Sulaiman Saputra