Oleh Nuraeni*
MAKASSARBICARA.ID-Digadang-gadang Indonesia di Tahun 2045 akan mencapai masa generasi emas. Namun, jika kita melihat dari segala aspek negara kita tercinta ini masih memiliki banyak kekurangan dan beragam masalah. Salah satu permasalahannya terkait konsep pembangunan berkelanjutan, sebenarnya sudah lama menjadi perhatian para ahli. Adapun pembangunan berkelanjutan mencakup aspek pendidikan, ekonomi, ekologis, politik, sosial budaya, keamanan serta pertahanan.
Salah satu permasalahan yang paling krusial ialah pendidikan. Secara spesifik rentang waktu pencapaian pendidikan yang berkualitas mempunyai prinsip yakni, memastikan bahwa semua anak mendapatkan pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan. Selain itu upaya lainnya adalah bagaimana pemuda berkontribusi membangun dan meningkatkan mutu fasilitas pendidikan terutama pada daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Sementara itu dibutuhkan komitmen serta desain pendidikan yang ramah terhadap disabilitas serta iklim pendidikan yang aman, nyaman tanpa kekerasan dan terintegrasi.
Yudhoyono (2007) mengatakan pendidikan wajib memenuhi standar, metode dan kurikulum yang tepat, serta kualitas tenaga pengajar yang kompeten. Namun, untuk mencapai pendidikan yang ideal banyak faktor yang mempengaruhi seperti penerapan kurikulum yang selalu berubah, fasilitas dan sarana prasarana tidak memadai. Disini pemerintah daerah juga perlu memberikan perhatian lebih terhadap ketersediaan anggaran pendidikan di daerah, misalnya perihal kesejahteraan tenaga pengajar honorer yang pengabdiannya tidak sebanding dengan upah yang diterima.
Seperti kita ketahui bersama terkhusus pada wilayah pelosok dan kepulauan, ketimpangan pendidikan masih marak kita temui. Salah satunya ketimpangan pendidikan yang terdapat di pedesaan dan kawasan kepulauan. Hal ini terjadi juga di Pulau Kodingareng. Pulau Kodingareng merupakan salah satu pulau yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi sebanyak 4.526 jiwa, dimana mayoritas mata pencaharian masyarakatnya sebagai nelayan.
Ketertinggalan pendidikan di Pulau Kodingareng disebabkan rendahnya kualitas fasilitas serta belum sejahteranya tenaga pengajar, sarana prasarana kurang memadai, hingga stigma negatif yang melekat pada masyarakat pesisir. Stigma ini dilekatkan oleh mayoritas masyarakat, dimana wilayah serta penduduk pada kawasan kepulauan atau pedesaan selalu dinilai sebagai masyarakat yang tertinggal dari perkembangan perkotaan. Kondisi tersebut semakin diperburuk dengan pemerintah kurang memperhatikan masyarakat pesisir.
Misalnya keberpihakan besaran anggaran pendidikan wilayah pedesaan dan kepulauan yang lebih sedikit dibanding wilayah perkotaan. Tantangan pendidikan lainnya di Pulau Kodingareng yakni akses ke Pulau yang pada kenyataannya masih memberatkan pihak-pihak sekolah baik itu tenaga pengajar maupun para institusi pendidikan lainnya seperti Dinas Pendidikan Kota Makassar.
Kaitan dengan berbagai kendala tersebut, untuk mewujudkan pendidikan berkualitas di kawasan pedesaan dan kepulauan, maka dipandang perlu melibatkan peran-peran pemuda agar kemajuan pendidikan dapat lebih merata dan berkeadilan. Generasi muda dapat membangun sinergitas bersama pemerintah setempat dengan memprioritaskan kondisi wilayah yang masih mengalami ketimpangan pendidikan.
Hal penting lainnya ialah dengan menempatkan tenaga pengajar pada posisi yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat guna memotivasi peserta didik untuk mengenyam pendidikan tanpa harus mengkhawatirkan status sosial ekonominya. Pemerintah setempat perlu kiranya melibatkan peran generasi muda dengan menempatkan mereka sebagai pusat pengetahuan. Dengan begitu kehadiran dan kontribusi generasi muda dalam hal ini tidak hanya sebagai sosok pembelajar tetapi juga sosok yang mengajarkan.
Olehnya itu dibutuhkan transformasi pendidikan yang betul-betul mampu menghadirkan solusi atas berbagai problematika pendidikan di Indonesia. Transformasi pendidikan yang dimaksud adalah desain serta perubahan konsep dan strategi pendidikan yang mampu menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya. Lebih jauh transformasi pendidikan dapat dimaknai dengan pembaharuan paradigma pendidikan, kurikulum yang lebih relevan dengan perkembangan zaman hingga jaminan kualitas infrastruktur di semua wilayah Indonesia.
Maka dari itu dibutuhkan transformasi pendidikan yang dimana kebijakan-kebijakan pemerintah juga berpihak pada pembangunan pendidikan di pelosok maupun di kepulauan guna menopang benih sumber daya manusia yang unggul. Sehingga untuk mewujudkan generasi emas 2045 sangat bergantung pada kualitas pendidikan terutama pada wilayah pedesaan dan kepulauan Indonesia.
Transformasi pendidikan yang berkualitas seyogyanya menjadi agenda mendesak untuk segera digalakkan. Kita berharap apa yang ada pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”, tidak sekedar teks semata tetapi juga mampu diimplementasikan.
Nuraeni adalah salah satu Mahasiswa di Makassar