MAKASSARBICARA.ID – Perguruan tinggi dianggap oleh beberapa orang sebagai tempat sakral sebab para intelektual yang bersemayam di dalamnya.
Mendengar kata ‘intelektual’ pasti akan menghasilkan konotasi yang positif. Sesuatu yang paripurna dan terpuji.
Tapi tidak dengan Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.
Senin, 29 Mei 2023. Terjadi aksi main hakim sendiri (pengkeroyokan) terhadap 2 mahasiswa di Unismuh.
Diduga aksi ini terjadi sebab pelaku tidak terima karena korban melepaskan sebuah spanduk ajakan perang terhadap salah satu Organisasi Daerah (Organda).
Fenomena kekerasan dan perlakuan amoral di Unismuh bukan hanya sekali, tapi justru sering terjadi.
Beberapa mahasiswa telah mencoba menyuarakan kultur yang tidak sehat di Unismuh. Tak sedikit juga yang direpresif karena mencoba menyuarakan.
Salah satunya dari instagram coelzk__, yang kebanyakan kontennya berisi satire tentang perpeloncohan dan tindakan amoral antar mahasiswa.
Fenomena amoral dan perpeloncohan di kampus harus segera ditelisik secara komprehensif agar ruang ilmiah dan kesakralan sebuah Universitas tidak terkikis.
Minimnya budaya literasi hingga kultur toxic bisa jadi penyebab. Tidak hanya di lingkup mahasiswa, birokrasi Unismuh pun perlu dievaluasi kulturnya.
Sebab mayoritas kebijakan di Unismuh dibuat oleh Rektorat. Maka Rektorat dapat menjadi perintis kultur yang sehat.
Pun kalau Rektorat Unismuh peduli dengan pengaktualisasian potensi tiap mahasiswanya. Mengingat atmosfer pendidikan Indonesia yang marak akan komersialisasi dan minim edukasi.
Akhirnya, fenomena perpeloncohan dan tindakan amoral menjadi salah satu alasan prioritas untuk merekonstruksi budaya kampus.
Sebab, sampai kapan kultur tidak sehat akan hidup di kampus?
Apa output dari kampus ketika kulturnya selalu sakit?
Dan sampai kapan para intelektual akan berdiam diri menyaksikan anomali ini?
Koresponden : Dirga