Oleh Muh Imran*
MAKASSARBICARA.ID-Berinovasi dalam membangun kota Makassar merupakan tanggung jawab besar yang harus dipikirkan oleh kita semua, terutama pemerintah Kota Makassar (Pemkot). Setelah mendengar tentang program 1000 Lorong Wisata yang akan dilaunching pada 17 Agustus 2022 oleh Pemkot Makassar, saya agak tercengang. Antara percaya dan tidak percaya. Pasalnya, program ambisius ini menargetkan 5000 Lorong Wisata dalam jangka 5 Tahun periode Kepemimpinan Danny Pomanto sebagai Wali Kota Makassar.
Buruknya Manajemen Pengelolaan Sampah
Lorong Wisata memang satu terobosan baru dalam membangun ekonomi, tapi bagi penulis ada satu permasalahan kota yang mesti menjadi prioritas, yaitu menghadirkan solusi pengelolaan sampah.
Pemandangan yang lazim kita temui di Makassar, dimana sampah berhamburan di jalan umum, di kanal-kanal, dan tempat umum lainnya seperti pasar tradisional.
Sementara, di tempat tertentu seperti wilayah Tamangapa Raya Antang masih mengalami kendala dalam pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Tumpukan sampah yang tidak tertata dan terkelola dengan baik menyumbang polusi udara (bau tidak sedap) dan dapat menjadi sumber penyakit terhadap masyarakat sekitar.
Selain itu, kurangnya lahan parkir truk-truk pengangkut sampah menambah macet lalu lintas. Apalagi ketika truk ini beroperasi pada jam-jam kerja, dimana kondisi jalan sementara macet-macetnya.
Apa yang Mesti Dilakukan Pemkot
Langkah sederhana yang mesti Pemkot Makassar adalah dengan memfasilitasi setiap kompleks dan jalan-jalan umum berupa pengadaan tempat sampah.
Agar meringangkan penggunaan anggaran pemkot, pihak Dinas Lingkungan Hidup bisa membuat kebijakan yang mewajibkan setiap rumah, kompleks dan tempat-tempat umum agar menyediakan tempat sampah khusus.
Meskipun ini sangat normatif, namun pada kenyataannya, kepedulian kita terhadap pengadaan tempat sampah masih kurang. Bahkan meskipun sulit untuk kita akui, keberadaan tempat juga belum menggerakkan tangan kita untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Jika berkaca dengan Jepang, Jerman, Swedia, Belanda, hingga Korea Selatan, yang mendapat predikat pengelolaan sampah terbaik di dunia, Kota Makassar masih tertinggal jauh. Kondisi ini juga menampikkan julukan Makassar sebagai Kota Dunia.
Di Jepang sampah dibagi menjadi empat kategori, sampah yang dapat dibakar, sampah yang tidak dapat dibakar, sampah yang berukuran besar serta botol dan kaleng. Setiap kategori sampah diambil oleh petugas masing-masing sesuai dengan jadwalnya.
Sementara di Indonesia hanya mengenal dua kategori, yakni sampah organik dan sampah non organik. Seperti yang kita temui di masyarakat kota ini, dimana semua jenis sampah bisa dibakar.
Masa Depan Kota
Pengelolaan sampah yang buruk akan menjadi masalah besar di masa mendatang. Membludaknya sampah tidak hanya sekadar mengundang Bencana Ekologi yang lebih cepat, tetapi juga menyeret menjadikan Makassar ke nominasi sebagai Kota Terjorok.
Julukan Kota Dunia yang selalu dibanggakan Pemkot Makassar harus kita terima sebagai embel-embel yang berjarak pada kenyataan yang sesungguhnya.
Bagi penulis, Kota Dunia menjadi belum pantas disematkan pada Kota Makassar, sebab Kota Dunia mencerminkan kondisi Tangkasa (bersih), tenteram, sejahtera, dan mutu pendidikan yang baik.
Menyelamatkan Makassar dari Kebanjiran Sampah dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pengelolaan sampah. Melalui Dinas Lingkungan Hidup, masyarakat dapat dicerdaskan dengan program 3R yakni Reduce, Reuse dan Recycle. Reduce berarti mengurangi penggunaan barang atau benda yang tidak terlalu penting atau barang yang tidak dibutuhkan, Reuse berarti memanfaatkan kembali barang yang tidak dipakai lagi. Sedangkan Recycle upaya mendaur ulang sampah.
Sementara untuk pengoptimalkan upaya sosialisasi, Pemkot Makassar sebaiknya banyak melibatkan pemuda dan organisasi kemahasiswaan. Ini penting karena pola pikir dan kemampuan adaptif kalangan muda dianggap lebih kuat dan punya pengaruh.
Keterlibatan pemuda dan mahasiswa juga diharapkan mampu mengisi ruang-ruang dalam memerangi pencemaran akibat volume sampah yang tidak terkendali seperti menjadi pengelola Bank-Bank Sampah yang didirikan oleh Pemkot. Jika hal tersebut dapat terwujud, Makassar dapat menjadi kota percontohan di Indonesia bahkan mungkin dunia.
Penulis adalah salah Mahasiswa di Makassar / imamimrank@gmail.com