*Oleh Akbar
MAKASSARBICARA.ID – Universitas Negeri Makassar (UNM) kembali mendapat sorotan pasca ditemukannya brankas berisikan narkoba di salah satu ruangan kampus. Dari temuan itu, polisi resmi menetapkan dan menahan 6 orang tersangka.
Namun jika didalami, ada beberapa kejanggalan terkait keterangan-keterangan yang dilontarkan pihak kampus. Terutama keterangan mengenai status pelaku yang berubah-ubah.
Pada 10 Juni 2023, Wakil Rektor III UNM memberikan keterangan kepada awak media bahwa 5 pelaku bukan mahasiswa melainkan alumni. Ditanggal yang sama, Presiden BEM FBS UNM memberikan keterangan bahwa pelaku juga merupakan alumni.
Yang aneh adalah pada 16 Juni 2023 kemarin, melalui konferensi pers Rektor UNM mengatakan bahwa pelaku merupakan masyarakat luar kampus, bukan alumni dan mahasiswa.
Keterangan Rektor UNM bertolak belakang dengan keterangan Presiden BEM FBS bahkan dengan keterangan WR III. Dari sini, secara tidak langsung menunjukkan adanya kesenjangan pernyataan.
Berubah-ubahnya keterangan perihal status pelaku menjadi tanda tanya besar, siapa pelaku sebenarnya dan keterangan mana yang mesti dipercaya.
Hal ini tidak terlepas dari pentingnya kejelasan status pelaku sebab dapat menjadi bukti terang dalam mengungkap kasus.
Keterangan yang ‘berbeda’ justru menimbulkan kecurigaan-kecurigaan publik dan memantik kesan bahwa ‘pihak kampus dinilai menyembunyikan sesuatu’.
Asumsi penulis adalah jika memang pelaku adalah ‘masyarakat luar kampus’ sebagaimana pernyataan Rektor, lalu bagaimana mungkin bisa memasuki, menguasai, bahkan menyimpan narkoba di salah satu ruangan UNM. Terlebih Polda Sulsel menyebut bahwa kasus tersebut telah beroperasi sejak 2019.
Namun jika benar pelakunya adalah masyarakat luar, maka kuat dugaan ‘orang kampus’ turut terlibat.
Sehingga pernyataan Rektor UNM bisa saja benar, jika masyarakat luar yang dimaksud punya hubungan baik dengan ‘orang kampus’.
Sebab logika sederhananya adalah bagaimana mungkin masyarakat luar bisa mengakses salah satu ruangan kampus dengan seleluasa dan senekat itu.
Kendati demikian, tetap disayangkan adanya perbedaan pernyataan WR III dan Presiden BEM FBS dengan pernyataan Rektor UNM perihal status pelaku.
Penulis melihat perbedaan ini sebagai celah dugaan persengkongkolan antara dua petinggi kampus. Penulis menyebutnya sebagai ‘hoax’ yang kurang rapi. Bisa saja keduanya lupa ‘briefing’ sebelum bicara ke khalayak media. Alhasil keterangan yang diberikan bukan saling menguatkan tetapi justru keterangan yang bertentangan.
Yang penulis khawatirkan, potensi palsunya pernyataan Rektor demi menjaga nama baik kampus. Andai kata keterangan palsu yang diberikan Rektor, maka sesungguhnya Rektor telah melakukan kejahatan luar biasa dengan cara membohongi publik.
Bisa saja, hal ini menjadi awal runtuhnya kejayaan UNM dan tenggelamnya kapal Pinisi. Dari sini pula, seyogyanya nama baik UNM tidak hanya dicederai oleh barang haram narkoba, tetapi juga dirusak oleh pejabat kampusnya sendiri.
Diluar dari ketiga keterangan di atas, keterangan yang saat ini jauh lebih ‘masuk akal’ bagi penulis adalah pernyataan dari seorang mahasiswa UNM. (baca: https://makassar.kompas.com/read/2023/06/13/064536278/cerita-sekretariat-mahasiswa-unm-makassar-lokasi-brankas-narkoba-jadi).
Dia mengaku sering melihat senior dan alumni berada dilokasi penyimpangan narkoba tersebut.
Bahkan menurutnya, alumni dan senior yang dimaksud kerap kali menginap di ruangan itu atau kumpul kebo.
Mahasiswa ini menyebut bahwa ruangan itu merupakan Sekretariat Mahasiswa Pencinta Alam dan Seni Budaya (MPAS) Maestro FBS UNM.
Apa yang disampaikan mahasiswa ini, jauh lebih dapat diterima akal sehat. Hal ini dikarenakan pelaku sangat memungkinkan menyimpan narkoba di dalam sekretariat, apabila pelaku tersebut adalah mahasiswa aktif atau minimal sosok alumni.
Apalagi terdapat gambar yang menunjukkan aktivitas MPAS Maestro tengah melakukan kegiatan di depan ruangan penyimpangan narkoba. Kegiatan yang dimaksud dilakukan di sebuah gazebo yang berada tepat di depan ruangan tersebut.
Sehingga sejauh ini, seharusnya dugaan menguat kepada mahasiswa atau alumni MPAS Maestro FBS UNM. Kesimpulan ini diambil sebab mahasiswa atau alumni adalah unsur terdekat yang paling memungkinkan mengakses tempat tersebut.
Terlebih hingga saat ini pihak MPAS Maestro FBS UNM belum memberikan pernyataan apapun terkait penemuan narkoba yang diduga disimpan di Sekretariatnya. Kondisi ini menambah daftar kecurigaan dan memantik kesan bahwa Lembaga Kemahasiswaan (LK) juga turut berkolusi menyembunyikan sesuatu.
Pertanyaan kedua adalah mengapa tidak ada LK yang memberikan reaksi keras. Seakan-akan perihal narkoba di lingkungan kampus adalah perkara yang biasa-biasa saja (bukan ancaman besar).
Setelah polisi mengumumkan kasus ini ke publik, BEM Universitas (BEM U) dalam akun resminya buka suara.
Presiden BEM U memastikan bahwa kasus ini tidak ada kaitannya dengan segala aktivitas LK. Namun pernyataan ini tidak bisa langsung dipercaya karena BEM U tidak punya argumentasi yang memadai untuk membuktikan bahwa kasus tersebut tidak berkaitan dengan LK apapun. Pernyataan senada juga dilontarkan Presiden BEM FBS.
Sementara pengakuan mahasiswa, bahwa sekretariat penyimpangan narkoba tadi adalah milik MPAS Maestro FBS dan kerap kali senior dan alumni beraktivitas di tempat itu. Jika betul sekretariat itu tidak ditempati atau kosong, lalu dimana letak sekretariat Maestro dan sejak kapan mereka meninggalkan ruangan tersebut?
Lebih lanjut, pernyataan BEM U dan BEM FBS terbilang ‘lemah’ dan terkesan turut menyembunyikan sesuatu dari publik.
Tentu sikap keduanya jauh dari ekspektasi kita semua yang menginginkan kasus ini dibuka dengan jujur dan transparan.
Kita berharap BEM U dan BEM FBS turut mendalami kasus ini, bukan sekadar menelan mentah-mentah informasi arus utama dan menyampaikan pernyataan yang lemah.
Alih-alih mendalami kasus, BEM U melalui presidennya justru mengecam media dan pihak kepolisian. Pengecaman itu dilakukan sebab menilai media dan polisi telah merusak nama baik kampus karena menuding UNM merawat dan mendukung aktivitas narkoba dalam kampus. Sungguh, BEM U betul-betul sedang melawak.
Sementara LK lainnya cenderung bersikap santai bahkan mendiamkan masalah. Mungkin karena takut blunder seperti pejabat kampus dan BEM, atau bisa saja menjadi bagian persengkongkolan.
Selain pesimis terhadap pernyataan kampus dan LK, penulis juga sulit percaya dengan pernyataan dari pihak kepolisian.
Hal ini tidak terlepas dari perilaku menyimpang yang belakangan ini dilakukan oleh petinggi polisi, misalnya kasus pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo kepada ajudannya.
Dalam kasus tersebut, beberapa petinggi polri terbukti terlibat memberikan keterangan palsu bahkan membuat rekayasa olah TKP.
Sehingga bukan tidak mungkin, hal demikian juga dilakukan dalam kasus penemuan narkoba di UNM.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi?
Dari pada berpikir keras, mari kita tunggu tes urine massal UNM hehehe.